"Ingin meningkatkan traffic pengunjung dan popularity web anda secara cepat dan tak terbatas...? ...Serahkan pada saya..., Saya akan melakukannya untuk anda GRATIS...! ...Klik disini-1 dan disini-2"

Jumat, 30 Agustus 2013

Tunda Sejenak Datangnya Hari Kiamat

Manusia diciptakan di dunia ini bukan untuk hidup menyendiri dan tidak bergaul dengan sesama. Tuhan menciptakan berbagai ras manusia agar saling mengenal dan bergaul dengan aman dan sentosa. Begitu juga syariat Islam berfungsi melindungi hak-hak hidup semua makhluk hidup. Tidak hanya penumpah darah sesama muslim yang mendapat ancaman yang serius, bahkan pembunuh kafir dzimmi yang bergaul dengan orang Islam pun mendapat hukuman yang berat. Islam melarang keras menjatuhkan setetes darah di bumi ini kecuali dengan alasan yang hak/benar, seperti qisas dan kondisi peperangan. Dalam kondisi peperangan pun Islam memiliki aturan yang elegan. Dilarang membunuh perempuan, anak-anak, orang yang sudah menyerah, bahkan merusak gereja dan memotong pepohonan pun dilarang. Jasad lawan korban perang mendapat perlakuan yang pantas, tidak boleh dimutilasi dan dikuburkan dengan layak. Sebuah aturan yang apik dibanding dengan perilaku “mujahilin” Syiria baru-baru ini yang memakan jantung korbannya dengan berkoar-koar memekikkan takbir, tindakan amoral yang hampir mirip dengan tingkah Hindun si pemakan jantung Hamzah, paman Nabi saw. Naudzubillah min dzalik.
Untuk itu, Tuhan memerintahkan Nabi Muhammad saw untuk berdialog mencari persamaan (kalimah sawa’) dengan para pemeluk agama lain. Yaitu menyakini Tuhan yang Esa sebagaimana yang diajarkan nabi-nabi sebelumnya. Bukan menyelidiki apa perbedaan mereka dengan kita? Yang justru hanya menimbulkan kebencian, pertengkaran, permusuhan dan sebagainya.  Lalu bagaimana seharusnya sikap kita dengan sesama muslim yang madzhabnya berbeda dengan kita? Imam Ali as telah mengajarkan kepada kita.1 Lihat perlakuan beliau kepada kaum Khawarij yang dianggap salah arah atau sesat oleh Imam Ali as. Kaum Khawarij adalah sekelompok orang yang mengkafirkan beliau dan lawan beliau, Muawiyah dan Amr bin Ash dan lainnya yang  memicu persengketan antar muslim. Tidak hanya itu, Khawarij juga menghalalkan darah yang mereka kafirkan. Imam Ali memperlakukan mereka sebagaimana semestinya. Mereka boleh shalat di masjid yang beliau imami. Mereka bebas bergaul dengan sesama muslim lainnya. Mereka diperangi setelah dengan jelas membuat keonaran dengan membunuh sesama muslim lainnya dan bersiap melakukan makar peperangan.
Sikap inilah yang sekarang sudah mulai jarang ditemui di Indonesia. Ada amalan muslim lain yang sedikit berbeda dengan dirinya, langsung disebut bid’ah, sesat, kafir dan sejenisnya. Padahal di dalam sejarah fiqih mulai zaman sahabat hingga sekarang terdapat banyak sekali perbedaan, mulai dari hal yang sepele sampai yang berat. Sebagian ada yang berpendapat jika tidak ada air tidak usah sholat, sedangkan lainnya sholat dengan bertayamum. Nabidz meski memabukkan boleh diminum sementara lainnya mengharamkan. Menikahi anaknya sendiri dari hasil zina diperbolehkan. Anal sex diperbolehkan. Nikah Mut’ah halal. Bertawasul dan bertabarruk kepada orang shalih/benda orang shalih. Anjing termasuk binatang suci. Onani tidak membatalkan puasa. Merokok tidak membatalkan puasa. Sujud sholat harus di atas tanah. Dan berbagai pendapat lainnya yang mungkin bisa dianggap aneh, bid’ah bahkan melenceng dari syariat Islam bagi orang awam. Umat Islam tidak menyesatkan atau bahkan mengkafirkan: Umar karena pendapat bolehnya minum nabidz, Imam Syafi’i karena fatwa boleh menikahi anak hasil zinanya, Imam Malik dengan kesucian anjing, Ibn Umar karena memperbolehkan anal sex, Ibn Abbas dengan halalnya nikah mut’ah, Abu Thufail karena mempercayai raj’ah.
Islam mengajarkan beratnya konsekuensi pengkafiran sesama muslim, yaitu tuduhan itu berbalik mengenai dirinya sendiri jika hal itu keliru. Tentang kaum khawarij saja Imam Ali as mengatakan, mereka mencari kebenaran namun salah mendapatkannya. Beliau as tidak menganggap kafir kaum Khawarij hanya karena beliau dikafirkan oleh mereka, padahal beliau adalah menantu, saudara dan dari tulang sulbinya putra-putri Rasulullah saww dilahirkan. Seharusnya dengan preseden tersebut, sebagian kelompok Syiah yang mengkafirkan Abu Bakar dan Umar, atau sebagian Sunni yang mengkafir-musyrikan ayah-bunda Rasulullah saww dan paman beliau, Abu Thalib tidaklah dicap kafir. Serahkan itu pada otoritas Tuhan di akhirat kelak. Biarlah Tuhan membalas mereka dengan sifat Rahman dan Rahim-Nya karena umat Islam sudah cukup menanggung beban sejarah yang rumit.
“Akan terjadi, bersatunya bangsa-bangsa di dunia menyerbu kalian seperti sekelompok orang menyerbu makanan. Salah seorang sahabat bertanya: Apakah karena jumlah kami di masa itu sedikit. Rasulullah menjawab : Jumlah kalian banyak tapi seperti buih di lautan. Allah mencabut rasa takut dari dada musuh-musuh kalian dan Allah menanamkan penyakit wahan dalam hati kalian. Lalu ada yang bertanya lagi : Apakah penyakit wahan itu ya Rasulullah? Beliau bersabda : Cinta kepada dunia dan takut mati”. Benarlah apa yang disabdakan Nabi saww dan kita tidak dibohongi. Sekarang ini, sebagian muslim tega merelakan nyawa muslim yang beda aliran dengannya demi tumpukan uang. Memalsukan fakta yang terjadi demi mencari dukungan dan kelanggengan status quonya. Memanipulasi riwayat-riwayat para salaf sholihin untuk keuntungan sesaat. Takut akan kematian yang sudah galib bagi setiap makhluk hidup sampai-sampai menutupi kebenaran yang sudah jelas di depannnya.  
Seyogyanya datangnya hari kiamat dapat kita tunda sejenak dan kita nikmati hidup di dunia ini untuk beribadah mengenal-Nya dan menyebarkan salam kedamaian yang identik dengan agama ktp kita. Salam Perdamaian. :)


1. Patut diketahui gelar Imam dalam  khalifah rasyidun hanya ditujukan pada Ali as, tidak kepada Abu Bakar, Umar maupun Utsman. Sebagian pendapat karena hanya beliaulah yang pantas menyandangnya karena mampu menunjukkan mana yang benar dan salah dalam fitnah-fitnah yang terjadi di masa kekhalifahan beliau. Mungkin dalam masalah Khawarij ini hanya beliau yang bisa menyelesaikannya sebagaimana kisah perintah Nabi saww untuk membunuh orang shalat yang menjadi cikal bakal Khawarij, namun Abu Bakr dan Umar tidak mampu membunuhnya.

1 komentar: