"Ingin meningkatkan traffic pengunjung dan popularity web anda secara cepat dan tak terbatas...? ...Serahkan pada saya..., Saya akan melakukannya untuk anda GRATIS...! ...Klik disini-1 dan disini-2"
Tampilkan postingan dengan label Spiritual. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Spiritual. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 03 Januari 2015

Siapa yang Harus Kita Sembah?



Siapa yang Harus Kita Sembah? 

Dulu saat pengajuan persetujuan karya ilmiah, ada beberapa hal yang harus direvisi. Satu hal yang biasa terjadi dalam persetujuan skripsi/tesis di perguruan tinggi. Salah satu yang patut direvisi kata dosen pembimbing adalah penggunaan kata Tuhan yang harus diganti dengan kata Allah pada halaman motto. Memang, dalam Islam asma yang galib untuk Tuhan Semesta Alam adalah Allah, namun apakah harus sebaku itu? Apa bedanya Nabi Muhammad saww dengan Nabi Ahmad saww? Apakah tidak sama Nabi Ibrahim dengan Prophet Abraham? Apakah tidak sama Allah dengan Gusti Pangeran? Sebenarnya ini masalah sederhana yang muncul karena perbedaan bahasa dari daerah/kelompok yang berbeda. Tuhan bagi umat Nabi Musa/Yahudi disebut dengan Yahweh, Tuhan bagi umat Nasrani, semisal di Indonesia dikenal sebagai Allah (baca Alah), Brahman bagi umat Hindu, sebutan Gusti Pengeran dalam bahasa Jawa atau Tuhan dalam bahasa Indonesia. Meski nama-nama tersebut berbeda namun semua nama itu merujuk pada Dzat yang sama yaitu Tuhan Sang Pencipta semesta alam. 

Menelisik lebih jauh dengan kacamata ilmu tasawuf terdapat pandangan yang lebih mendalam tentang siapa itu Tuhan?. Ibn Arabi mengatakan, “Maka berhati-hatilah agar anda tidak mengikatkan diri kepada ikatan ('aqd) tertentu dan mengingkari ikatan lain yang mana pun, karena dengan demikian itu anda akan kehilangan kebaikan yang banyak; sebenarnya anda akan kehilangan pengetahuan yang benar tentang apa itu yang sebenarnya. Karena itu, hendaklah anda menerima sepenuhnya semua bentuk kepercayaan-kepercayaan, karena Allah Ta'ala terlalu luas dan terlalu besar untuk dibatasi dalam satu ikatan tanpa ikatan lain, Dia berkata: "Kemana pun kamu berpaling, di situ ada wajah Allah", [Q 2:115] tanpa menyebutkan arah tertentu mana pun.”

Pandangan Ibn Arabi di atas dijelaskan oleh Kautsar Azhari Noer sebagai berikut: “Orang yang menyalahkan atau mencela kepercayaan-kepercayaan lain tentang Tuhan adalah orang yang bodoh karena Tuhan dalam kepercayaannya sendiri, sebagaimana dalam kepercayaan-kepercayaan yang disalahkannya itu, bukanlah Tuhan sebagaimana Dia sebenarnya, karena Tuhan sebagaimana Dia sebenarnya tidak dapat diketahui. Orang seperti itu mengakui hanya Tuhan dalam bentuk kepercayaannya atau kepercayaan kelompoknya sendiri dan mengingkari Tuhan dalam bentuk-bentuk berbagai kepercayaan lain. Padahal Tuhan yang menampakkan diri-Nya dalam semua bentuk kepercayaan-kepercayaan yang berbeda itu adalah satu dan sama.”

Jauh sebelum Ibn Arabi, hal senada juga diungkapkan oleh Imam Ja’far ash-Shadiq as, guru spiritual baik dari jalur Sunni maupun Syiah tentang asma Allah. Hisyam ibn al-Hakam berkata, suatu kali ketika dia bertanya kepada Imam Ja’far ash-Shadiq tentang sifat-sifat Allah juga derivasi dari kata “Allah”, Imam Ja’far berkata: “Wahai Hisyam! Kata “Allah” berasal dari kata “ilah”; Sang Pencipta membutuhkan eksistensi ciptaan (untuk membuktikan keberadaan-Nya sebagai Pencipta). Ini adalah kata benda, bukan kata sifat. Siapa yang menyembah (Allah sebagai) nama tanpa menyembah makna (di balik nama Allah itu), maka ia telah kufur; karena sesungguhnya ia tidak menyembah apa-apa. Siapa yang menyembah (Allah sebagai) nama sekaligus sebagai makna, maka iapun telah kufur, karena ia telah menyembah dua (sesembahan). Hanya ia yang menyembah (Allah sebagai) makna, dan bukan sebagai nama, yang sesuai dengan tauhid. Sudahkah engkau mengerti wahai Hisyam?” Imam Ja’far ash-Shadiq melanjutkan, “Ada sembilan puluh sembilan sifat/atribut (yang dikenakan kepada) Allah. Masing-masing sifat itu sesuai dengan yang digambarkannya, setiap sifat itu adalah tuhan dengan sendirinya. Tetapi ‘Allah’ adalah suatu makna yang sekali digunakan orang, ia menjadi dikenali dengan semua sifat itu. Semua itu, wahai Hisyam, dalam pengertian kolektifnya tidaklah sama dengan Dia Sendiri. Roti adalah (atribut yang dikenakan pada) sesuatu yang engkau makan. Air adalah (atribut yang dikenakan pada) sesuatu yang engkau minum. Pakaian adalah (atribut yang dikenakan pada) sesuatu yang engkau kenakan. Dan api adalah (atribut yang dikenakan pada) sesuatu yang membakar…”. 

Secara sederhana inti penjelasan ucapan Imam Ja’far ash-Shadiq di atas, sebagaimana dikutip alm. Cak Nur kurang lebih demikian, “Barangsiapa menyembah Allah sebagai nama, maka ia tidak menyembah apa-apa. Barangsiapa menyembah Allah sebagai nama sekaligus sebagai makna, maka ia telah syirik. Yang benar adalah sembahlah Allah sebagai makna.” Jadi Tuhan kita adalah Allah sebagai MAKNA, dan BUKAN sebagai NAMA. Inilah tauhid yang benar, sebagaimana diungkapkan oleh Imam Ja’far ash-Shadiq. Karena Tuhan di luar jangkauan pengetahuan manusia dan tidak dapat diungkapkan dengan kata-kata dan bahasa manusia, pengetahuan yang benar dan tertinggi tentang Tuhan adalah pengetahuan dengan "tidak mengetahui" atau "ketidaktahuan". Pengetahuan seperti ini tidak dapat diperoleh dengan pikiran, tetapi adalah pemberian Tuhan kepada hamba-Nya yang telah mempersiapkan diri untuk menerimanya dengan doa dan penyucian.

Mari kita bersuluk mendekati-Nya. Salam Damai Sejahtera :)

Jumat, 30 Agustus 2013

Tunda Sejenak Datangnya Hari Kiamat

Manusia diciptakan di dunia ini bukan untuk hidup menyendiri dan tidak bergaul dengan sesama. Tuhan menciptakan berbagai ras manusia agar saling mengenal dan bergaul dengan aman dan sentosa. Begitu juga syariat Islam berfungsi melindungi hak-hak hidup semua makhluk hidup. Tidak hanya penumpah darah sesama muslim yang mendapat ancaman yang serius, bahkan pembunuh kafir dzimmi yang bergaul dengan orang Islam pun mendapat hukuman yang berat. Islam melarang keras menjatuhkan setetes darah di bumi ini kecuali dengan alasan yang hak/benar, seperti qisas dan kondisi peperangan. Dalam kondisi peperangan pun Islam memiliki aturan yang elegan. Dilarang membunuh perempuan, anak-anak, orang yang sudah menyerah, bahkan merusak gereja dan memotong pepohonan pun dilarang. Jasad lawan korban perang mendapat perlakuan yang pantas, tidak boleh dimutilasi dan dikuburkan dengan layak. Sebuah aturan yang apik dibanding dengan perilaku “mujahilin” Syiria baru-baru ini yang memakan jantung korbannya dengan berkoar-koar memekikkan takbir, tindakan amoral yang hampir mirip dengan tingkah Hindun si pemakan jantung Hamzah, paman Nabi saw. Naudzubillah min dzalik.
Untuk itu, Tuhan memerintahkan Nabi Muhammad saw untuk berdialog mencari persamaan (kalimah sawa’) dengan para pemeluk agama lain. Yaitu menyakini Tuhan yang Esa sebagaimana yang diajarkan nabi-nabi sebelumnya. Bukan menyelidiki apa perbedaan mereka dengan kita? Yang justru hanya menimbulkan kebencian, pertengkaran, permusuhan dan sebagainya.  Lalu bagaimana seharusnya sikap kita dengan sesama muslim yang madzhabnya berbeda dengan kita? Imam Ali as telah mengajarkan kepada kita.1 Lihat perlakuan beliau kepada kaum Khawarij yang dianggap salah arah atau sesat oleh Imam Ali as. Kaum Khawarij adalah sekelompok orang yang mengkafirkan beliau dan lawan beliau, Muawiyah dan Amr bin Ash dan lainnya yang  memicu persengketan antar muslim. Tidak hanya itu, Khawarij juga menghalalkan darah yang mereka kafirkan. Imam Ali memperlakukan mereka sebagaimana semestinya. Mereka boleh shalat di masjid yang beliau imami. Mereka bebas bergaul dengan sesama muslim lainnya. Mereka diperangi setelah dengan jelas membuat keonaran dengan membunuh sesama muslim lainnya dan bersiap melakukan makar peperangan.
Sikap inilah yang sekarang sudah mulai jarang ditemui di Indonesia. Ada amalan muslim lain yang sedikit berbeda dengan dirinya, langsung disebut bid’ah, sesat, kafir dan sejenisnya. Padahal di dalam sejarah fiqih mulai zaman sahabat hingga sekarang terdapat banyak sekali perbedaan, mulai dari hal yang sepele sampai yang berat. Sebagian ada yang berpendapat jika tidak ada air tidak usah sholat, sedangkan lainnya sholat dengan bertayamum. Nabidz meski memabukkan boleh diminum sementara lainnya mengharamkan. Menikahi anaknya sendiri dari hasil zina diperbolehkan. Anal sex diperbolehkan. Nikah Mut’ah halal. Bertawasul dan bertabarruk kepada orang shalih/benda orang shalih. Anjing termasuk binatang suci. Onani tidak membatalkan puasa. Merokok tidak membatalkan puasa. Sujud sholat harus di atas tanah. Dan berbagai pendapat lainnya yang mungkin bisa dianggap aneh, bid’ah bahkan melenceng dari syariat Islam bagi orang awam. Umat Islam tidak menyesatkan atau bahkan mengkafirkan: Umar karena pendapat bolehnya minum nabidz, Imam Syafi’i karena fatwa boleh menikahi anak hasil zinanya, Imam Malik dengan kesucian anjing, Ibn Umar karena memperbolehkan anal sex, Ibn Abbas dengan halalnya nikah mut’ah, Abu Thufail karena mempercayai raj’ah.
Islam mengajarkan beratnya konsekuensi pengkafiran sesama muslim, yaitu tuduhan itu berbalik mengenai dirinya sendiri jika hal itu keliru. Tentang kaum khawarij saja Imam Ali as mengatakan, mereka mencari kebenaran namun salah mendapatkannya. Beliau as tidak menganggap kafir kaum Khawarij hanya karena beliau dikafirkan oleh mereka, padahal beliau adalah menantu, saudara dan dari tulang sulbinya putra-putri Rasulullah saww dilahirkan. Seharusnya dengan preseden tersebut, sebagian kelompok Syiah yang mengkafirkan Abu Bakar dan Umar, atau sebagian Sunni yang mengkafir-musyrikan ayah-bunda Rasulullah saww dan paman beliau, Abu Thalib tidaklah dicap kafir. Serahkan itu pada otoritas Tuhan di akhirat kelak. Biarlah Tuhan membalas mereka dengan sifat Rahman dan Rahim-Nya karena umat Islam sudah cukup menanggung beban sejarah yang rumit.
“Akan terjadi, bersatunya bangsa-bangsa di dunia menyerbu kalian seperti sekelompok orang menyerbu makanan. Salah seorang sahabat bertanya: Apakah karena jumlah kami di masa itu sedikit. Rasulullah menjawab : Jumlah kalian banyak tapi seperti buih di lautan. Allah mencabut rasa takut dari dada musuh-musuh kalian dan Allah menanamkan penyakit wahan dalam hati kalian. Lalu ada yang bertanya lagi : Apakah penyakit wahan itu ya Rasulullah? Beliau bersabda : Cinta kepada dunia dan takut mati”. Benarlah apa yang disabdakan Nabi saww dan kita tidak dibohongi. Sekarang ini, sebagian muslim tega merelakan nyawa muslim yang beda aliran dengannya demi tumpukan uang. Memalsukan fakta yang terjadi demi mencari dukungan dan kelanggengan status quonya. Memanipulasi riwayat-riwayat para salaf sholihin untuk keuntungan sesaat. Takut akan kematian yang sudah galib bagi setiap makhluk hidup sampai-sampai menutupi kebenaran yang sudah jelas di depannnya.  
Seyogyanya datangnya hari kiamat dapat kita tunda sejenak dan kita nikmati hidup di dunia ini untuk beribadah mengenal-Nya dan menyebarkan salam kedamaian yang identik dengan agama ktp kita. Salam Perdamaian. :)


1. Patut diketahui gelar Imam dalam  khalifah rasyidun hanya ditujukan pada Ali as, tidak kepada Abu Bakar, Umar maupun Utsman. Sebagian pendapat karena hanya beliaulah yang pantas menyandangnya karena mampu menunjukkan mana yang benar dan salah dalam fitnah-fitnah yang terjadi di masa kekhalifahan beliau. Mungkin dalam masalah Khawarij ini hanya beliau yang bisa menyelesaikannya sebagaimana kisah perintah Nabi saww untuk membunuh orang shalat yang menjadi cikal bakal Khawarij, namun Abu Bakr dan Umar tidak mampu membunuhnya.

Rabu, 18 Juli 2012

Download Artikel, Buku, Ebook, Kitab Gratis ... Gerrratis

Masih belum dan terus diupdate ....

Untuk pencarian buku yang lebih cepat, gunakan CTRL F 
 
Bahasa Indonesia
I Love Him, Ikram Abidi : Cerita pendek tentang sejarah pengorbanan Husayn as di Karbala.
Cinta yang Terlambat, Ikram Abidi : Novel kisah cinta beda mazhab
Menuju Persatuan Ummat
Ratib al-Haddad
Kalau Ada Mut'ah Kenapa Harus Pakai Kondom
Tragedi Karbala dan Menjaga Pelbagai Keraguan Tentangnya
Nahjul Balaghah
Doa Kumayl
Bandit Ekonomi, John Perkins
Di Bawah Lindungan Ka'bah,HAMKA
Dari Perbendaharaan Lama, HAMKA
Cerita Anak Cerdas 1, Harun Yahya
Cerita Anak Cerdas 2, Harun Yahya
Dalam Mihrab Cinta, Habiburrahman El Shirazy
Monte Cristo
Sejarah Hidup Imam Ali bin Abi Thalib ra, H.M.H. Al Hamid Al Husaini
Soal Ujian Teori SIM A, B1, B2, B Umum, C dan D. 500 Prediksi soal ujian teori SIM di Kepolisian Republik Indonesia beserta kunci jawabannya.
Mana Dalilnya 1, Habib Novel bin Muhammad:  berisi tentang dalil-dalil ziarah kubur, peringatan Maulid Nabi dan hari-hari besar Islam lainnya., majelis dzikir berjamaah, majelis khotmul qur’an dan lain-lain.
Taudlihul Adillah IV, KH. Syafi'i Hadzami: 100 Masalah Agama
Argumen Amaliah di Bulan Sya’ban dan Ramadhan, KH. Muhyiddin Abdusshomad:
Amaliah Bulan Rajab
Kesahihan Dalil Talqin, KH. M. Hanif Muslih, Lc.



Bahasa Arab
Jawsyan Kabir  ada terjemahannya, lebih lengkap klik di sini
Saluunii Qabla an Tafquduunii
Rasail al-Junaid:
Majmu' Lathif; Syarh Doa Jaljalutiyah, dll: al-Ghazaly
Ibanah fi Usul al-Diyanah: Abu Hasan al-Asy'ari: konon yang paling sedikit perubahan/tahrifnya tahqiq Fauqiyah Husain Mahmud
Nashifah al-Dzahabiyah li Ibn Taymiyah: Nasihat al-Dzahabi untuk Gurunya Ibnu Taymiyah yang salah.
Kitab al-Furqan fih Itsbaatihi li Tahriif al-Qur'an:كتاب الفرقان ــ فيه إثباته لتحريف القرآن ــ لابن الخطيب المصري الأزهري: Ibn Khatib al-Mishry al-Azhary; Kitab yang membuktikan adanya tahrif al-Quran dari al-Azhar Mesir
al-Ajwibah al-Ghaliyyah fi Aqidah al-Firqah al-Najiyah : الأجوبة الغالية في عقيدة الفرقة الناجية , Habib Zainal Abidin bin Ibrahim bin Smith al-Alawi al-Husaini: berisi jawaban atas amaliyah golongan Ahlusunnah wal Jama’ah yang selama ini dianggap oleh sebagian kelompok kecil umat Islam sebagai amalan yang menyimpang, meski amaliyah tersebut telah dilakukan oleh generasi Islam terdahulu, yaitu para sahabat, tabi’in, tabiut tabi’in, dan terus hingga masa kita sekarang ini. Setiap jawaban disertai dalil Al-Quran, sunnah, atsar sahabat, dan pendapat para imam ahli ijtihad. PDF n Word
Shahih Shifat Shalat an-Nabiy SAW, Hasan Ali Saqqaf
الإعلام بفتاوى أئمة الإسلام حول مولده عليه الصلاة والسلام , Muhammad bin Alwi al-Maliki
Yasin dan Tahlil: untuk semua HP yang mendukung JAVA/ format jar, untuk kalangan umum termasuk yang gak suka bid'ah



Bahasa Inggris
International Jew: Henry Ford
Jewish Ritual Murder: Leese



Bahasa Melayu

Rabu, 10 Agustus 2011

Jenazah 2 Sahabat Nabi saw Utuh Setelah Ratusan Tahun Dikebumikan

JENAZAH JABIR BIN ABDULLAH AL ANSHARI ra & HUDZAIFAH AL YAMANI ra UTUH SETELAH RIBUAN TAHUN DI KEBUMIKAN

BISMILLAH
BIMUHAMMAD WA AALI MUHAMMAD..

Pada tahun 1932 (atau tahun 1351H), raja Iraq yang bernama Shah Faisal I bermimpi dimana dalam mimpinya ia ditegur oleh Hudhaifah al-Yamani (salah seorang sahabat Nabi) yang berkata:

“Wahai raja! Ambillah jenazahku dan jenazah Jabir al-Ansari (juga salah seorang sahabat nabi) dari tepian sungai Tigris dan kemudian kuburkan kembali di tempat yang aman karena kuburanku sekarang dipenuhi oleh air; kuburan Jabir juga sedang dipenuhi oleh air.”

Mimpi yang sama terjadi berulang-ulang pada malam-malam berikutnya akan tetapi raja Faisal I tidak peduli dengan mimpi itu karena ia merasa ada hal-hal lain yang jauh lebih penting dalam kehidupannya yang berupa urusan-urusan kenegaraan. Pada malam ketiga Hudhaifa al-Yamani hadir dalam mimpi Mufti Besar Iraq. Hudhaifa al-Yamani berkata dalam mimpi sang Mufti itu:

“Aku telah memberitahu raja dua malam sebelumnya untuk memindahkan jenazahku akan tetapi tampaknya ia tidak peduli. Beritahukanlah kepada raja agar ia mau sedikit berempati untuk memindahkan kuburan-kuburan kami.”

Lalu setelah mendiskusikan masalah ini, raja Faisal, disertai oleh Perdana Menteri dan Mufti Besar bermaksud untuk melaksanakan tugas ini. Diputuskan bahwa Mufti Besar akan memberikan fatwa mengenai hal ini dan Perdana Menteri akan memberikan pernyataan kepada pers supaya semua orang tahu tentang rencana besar ini. Kemudian diumumkan kepada umum bahwa rencana ini akan dilangsungkan pada tanggal 10 Dzulhijjah setelah shalat Dzhuhur dan Ashar. Kuburan kedua sahabat Nabi itu akan dibuka dan jenazahnya (atau mungkin kerangkanya) akan dipindahkan ke tempat lain.

Karena pada waktu itu sedang musim haji, maka para jamaah haji juga ikut berkumpul di kota Mekah. Mereka meminta Raja Faisal I untuk menunda rencana itu selama beberapa hari agar mereka juga bisa melihat dengan mata kepala sendiri proses ekskavasi dari kedua tubuh sahabat nabi itu. Mereka ingin agar proses ekskavasi itu ditunda hingga mereka selesai beribadah haji. Akhirnya Raja Faisal setuju untuk menangguhkannya dan mengundurkannya hingga tanggal 20 Dzulhijjah.

Setelah shalat Dzuhur dan Ashar, pada tanggal 20 Dzulhijjah tahun 1351 (Hijriah) atau tahun 1932 Masehi, orang-orang berdatangan ke kota Baghdad. Yang datang bukan saja kaum Muslimin melainkan juga kaum Non-Muslim. Mereka berkumpul di kota Baghdad hingga penuh sesak. Ketika kuburan Hudzaifa al-Yamani dibuka segera mereka melihat bahwa kuburan itu dipenuhi air di dalamnya. Tubuh Hudzaifa al-Yamani diangkat dengan menggunakan katrol dengan sangat hati-hati agar tidak rusak dan kemudian jenazah yang tampak masih sangat segar itu dibaringkan di sebuah tandu. Kemudian Raja Faisal beserta Mufti Besar, Perdana Menteri dan Pangeran Faruq dari Mesir mendapatkan kehormatan untuk mengangkat tandu itu bersama-sama dan kemudian meletakkan jenazah segar itu ke sebuah peti mati dati kaca yang dibuat khusus untuk menyimpan jenazah-jenazah itu. Tubuh Jabir bin Abdullah Al-Ansari juga dipindahkan ke peti mati dari kaca yang sama dengan cara yang sama hati-hatinya dan dengan segenap penghormatan.

Pemandangan yang sangat menakjubkan itu sekarang sedang dilihat oleh banyak orang laki-laki dan perempuan, muda dan tua, miskin dan kaya, Muslim dan Non-Muslim. Kedua jenazah suci dari sahabat sejati Nabi yang kurang dikenal kaum Muslimin ini kelihatan masih segar dan tak tersentuh bakteri pengurai sedikitpun. Keduanya dengan mata terbuka menatap kedepan menatap kenabian yang mana keduanya membuat para penonton terperangah dan tak bisa menutup mulutnya.

Kebisuan mengharu biru ...

Mereka seolah tak percaya atas apa yang mereka saksikan pada hari itu.

Selain tubuh keduanya yang tampak segar bugar, juga peti mati mereka yang juga tampak masih utuh dan baru; juga pakaian yang mereka kenakan pada saat dikubur semuanya utuh dan kalau dilihat sekilas seolah-olah kedua sahabat nabi dan pahlawan Islam ini masih hidup dan hanya terbaring saja.

Kedua jasad suci ini akhirnya dibawa dan dikebumikan kembali di kuburan yang baru tidak jauh dari kuburan sahabat sejati nabi lainnya yaitu Salman Al-Farisi yang terletak di SALMAN PARK kurang lebih 30 mil jauhnya dari kota Baghdad. Kejadian ajaib ini sangat mengundang kekaguman para ilmuwan, kaum filsafat, dan para dokter. Mereka yang biasanya sangat sering berkicau memberikan analisa sesuai dengan bidangnya masing-masing, kali ini tertunduk bisu terkesima dengan kejadian yang teramat langka.

Salah satu dari mereka ialah seorang ahli fisiologis dari Jerman yang kelihatan sekali sangat tertarik dengan fenomena ini. Ia sangat ingin melihat kondisi tubuh jenazah kedua sahabat nabi itu yang pernah dikuburkan selama kurang lebih 1300 tahun lamanya. Oleh karena itu, ia serta merta langsung mendatangi Mufti Besar Iraq. Sesampainya ia di tempat dimana peristiwa akbar itu terjadi, ia langsung memegang kedua tangan sang Mufti dengan eratnya sambil berkata:

“BUKTI APALAGI YANG BISA LEBIH MENGUATKAN BAHWA ISLAM ITU BENAR. AKU SEKARANG AKAN MASUK ISLAM DAN TOLONG AJARI AKU TENTANG ISLAM”

Di hadapan orang banyak beribu-ribu jumlahnya yang menyaksikan dirinya, dokter dari Jerman itu menyatakan keIslamannya. Demi melihat itu banyak orang lainnya yang beragama Kristen atau Yahudi turut juga menyatakan diri sebagai Muslim pada saat itu karena mereka telah melihat bukti yang sangat nyata dipampangkan di depan mereka. Ini bukan yang pertama dan terakhir. Masih banyak lagi kaum Nasrani dan Yahudi serta dari agama lain yang berbondong-bondong masuk Islam karena telah menyaksikan atau turut mendengar kejadian aneh nan menakjubkan.

MARILAH KITA RENUNGKAN KEMBALI KEJADIAN MENAKJUBKAN DI ATAS. KEJADIAN ITU BISA MEMBERI KITA ILHAM DAN MEMBUKA MATA KITA SEHINGGA KITA LEBIH PEKA UNTUK MENGENALI KEBENARAN.

Tulisan tersebut di atas dikutip dari sebuah suratkabar di Pakistan yang bertajuk “Daily Jung” edisi tanggal 7 Juni 1970.



Sekarang mari kita lihat 2 pribadi agung yang telah kita bicarakan pada kejadian di atas. Kita lihat siapakah mereka itu:

HUDZAIFA AL-YAMANI (RA):

Ia adalah seorang sahabat Nabi yang sangat dipercayai oleh Nabi. Ia adalah juga sahabat Imam Ali bin Abi Thalib (sudah mafhum adanya kalau ada orang yang dekat pada Rasulullah pastilah ia juga dekat dengan Imam Ali). Ia juga termasuk kedalam kelompok orang yang ikut dalam proses penguburan Bunda Fathimah Az-Zahra (Lihat: PUTRI NABI ITU DIMAKAMKAN SECARA SEMBUNYI-SEMBUNYI). Banyak sekali peristiwa dalam sejarah yang menunjukkan bahwa Hudzaifa al-Yamani itu adalah seorang sahabat Rasulullah yang sangat setia. Hudzaifa al-Yamani bersedia dipanggil oleh Rasulullah untuk berperang di dalam perang Khandaq (perang parit). Waktu itu Rasulullah menawarkan surga kepada siapapun yang berani untuk masuk ke wilayah musuh dalam tugas memata-matai kekuatan musuh. Itu adalah pekerjaan yang sangat berbahaya akan tetapi Hudzaifa al-Yamani bersedia melakukannya.

Hudzaifa juga dikenal orang sebagai “Si Pemegang Rahasia”, karena Rasulullah telah memberikan nama-nama dan ciri-ciri dari orang-orang yang munafik yang bermaksud untuk membunuh Nabi pada perjalanan pulang sekembalinya dari perang Tabuk. Akan tetapi Rasulullah memintanya untuk tidak membocorkan rahasia itu.

Hudzaifa al-Yamani pernah ditunjuk sebagai gubernur kota Madain (sebuah tempat di dekat kota Baghdad, Iraq) pada masa rezim Umar bin Khattab dan ia tetap menjalankan tugasnya hingga Imam Ali bin Abi Thalib ditunjuk umat untuk menjadi Khalifah sepeninggal Umar bin Khattab yang tewas di tangan seorang Yahudi. Imam Ali mengirimkan sepucuk surat kepada para penduduk kota Madain memberitahu mereka bahwa sekarang yang menjadi khalifah adalah Imam Ali sekaligus mengukuhkan posisi Hudzaifa sebagai gubernur kota Madain untuk melanjutkan tugasnya di sana. Hudzaifah al-Yamani meninggal dunia sebelum terjadi Perang Jamal (perang saudara antara para sahabat Nabi dalam dua kubu yaitu kubu Imam Ali bin Abi Thalib di satu sisi; dan kubu ‘Aisyah binti Abu Bakar di sisi lainnya) pada tahun 36H. Hudzaifa al-Yamani dikebumikan di kota Madain.

JABIR BIN ABDULLAH AL-ANSARI (RA):

Jabir bin Abdullah al-Ansari (RA) juga adalah seorang sahabat Nabi yang utama dan mulia diantara para sahabat nabi lainnya. Jabir bin Abdullah al-Ansari selalu berada di front terdepan dalam kurang lebih 18 peperangan yang ia ikuti untuk membela Islam. Jabir bin Abdullah al-Ansari diberkahi umur yang cukup panjang sehingga ia masih hidup pada jaman Imam Muhammad al-Baqir dan puteranya yaitu Imam Ja’far as-Sadiq.

Tentang Jabir, Imam Ja’far as-Sadiq pernah berkata:

“Jabir bin Abdullah al-Ansari adalah sahabat Rasulullah satu-satunya yang tersisa”

Jabir bin Abdullah al-Ansari demi mendengar bahwa Imam Husein telah syahid dibantai oleh tentara Yazid; dan sekarang para sahabat serta keluarganya yang tersisa sekarang sedang dipermalukan, ditawan dan diarak di jalanan; segera saja Jabir —yang sudah sangat renta— bergegas menuju Karbala dengan sepasukan kecil terdiri dari para sahabatnya dan pengikutnya yang setia. Sesampainya di sana Jabir hanya menemukan potongan-potongan tubuh keluarga suci Rasulullah beserta para pengikut setianya berserakan berlumuran darah. Jabir jugalah (beserta pasukan kecilnya) yang memunguti potongan tubuh itu satu persatu dan menguburkan potongan jenazah para syuhada itu di sana. Jabir bin Abdullah al-Ansari jugalah yang menjadi orang pertama yang berziarah di pemakaman Karbala dimana Para Syuhada Karbala dikebumikan dan ia jugalah yang sebelumnya melangsungkan upacara penguburan atasnya.

Dikabarkan bahwa dulu Rasulullah (saaw) pernah berwasiat kepada Jabir bin Abdullah al-Ansari bahwa ia akan hidup lama dan berusia panjang hingga akhirnya ia bisa menemui seseorang bernama Muhammad al-Baqir yang rupanya dan akhlaknya sangat mirip dengan Rasulullah (karena memang ia keturunan Rasulullah dari Bunda Fathimah az-Zahra dan Imam Ali bin Abi Thalib). Rasulullah meminta kepada Jabir bin Abdullah al-Ansari untuk menyampaikan salamnya (pada cicitnya itu).

Sepanjang hidupnya Jabir bin Abdullah al-Ansari tidak sabar menunggu untuk bertemu dengan Imam Muhammad al-Baqir (as). Hingga akhirnya hari yang dinantikan itu datang juga. Ketika bertemu dengan orang yang dimaksud, Jabir sangat gembira sekali dan memeluk erat sang Imam sambil mengatakan bahwa Rasulullah telah menitipkan salam untuk sang Imam.

Jabir bin Abdullah al-Ansari tidak berusia lama lagi setelah pertemuan dengan Imam Muhammad al-Baqir itu. Ia sempat ditawan oleh Hajjaj bin Yusuf dan dilaporkan bahwa timah cair yang panas sekali disiramkan ke atas kedua tangan sucinya oleh penguasa kejam bernama Hajjaj bin Yusuf itu. Jabir bin Abdullah al-Ansari dilaporkan meninggal pada usia 94 tahun dan dikebumikan di kota Madain.

Marilah kita sampaikan bacaan Al-Fathihah untuk mereka berdua; kedua murid cerdas dari baginda Rasulullah yang mulia. Marilah kita mengingat selalu setiap sumbangsih dan jasanya terhadap Islam dan do’akan mereka yang terbaik dan sekaligus memohon kepada Allah agar kita bisa diberikan kekuatan untuk mengikuti jejak langkah keduanya dalam membela Islam yang benar.

ALLAHUMMA SHALLI WASALLIM WABAARIK ALAA MUHAMMAD WA AALI MUHAMMAD WA'AJJIL FARAJA AL QA'IM MIN AALI MUHAMMAD

http://www.facebook.com/photo.php?fbid=122732254488567&set=a.101485279946598.4022.100002553788530&type=1&ref=nf

Rabu, 04 Mei 2011

Tolak Stres dengan Mengulang-ulang Lafal “Allah”

Pengulangan lafal “Allah” dapat memberikan ketenangan jiwa serta keteraturan dalam sistem pernafasan manusia.

Menurut laporan Kantor Berita Forum Pendekatan Mazhab, sebuah penelitian yang dilaksanakan di Universitas Amsterdam, Belanda menyatakan, mengulang-ulang lafal/kata “Allah” dapat menghilangkan stress dan pelbagai kecemasan serta memberikan ketenangan jiwa dan keteraturan dalam sistem pernafasan manusia.

Penelitian ini berlangsung selama tiga tahun dimana para pesertanya adalah pasien Muslim dan non-Muslim yang sebelumnya tidak mengenal bahasa Alquran. Hasilnya adalah mengucapkan lafal “Allah” menyebabkan teraturnya detak jantung dimana hal ini telah berkali-kali ditekankan dalam Alquran.

Ini adalah hal yang menakjubkan dimana sistem internal manusia sesuai dengan fitrah Ilahi dan alam ciptaan-Nya. Maka, mengingat dan menyebut nama “Allah” dapat memberikan keteraturan dan keharmonisan pada manusia.[FIPMI]

DbClix


http://www.taghrib.ir/indonesia/index.php?option=com_content&view=article&id=52:tolak-stress-dengan-mengulang-ulang-lafal-allah&catid=39:akhbar-e-jahan&Itemid=95

Rabu, 27 April 2011

Wali Allah Dalam Perspektif Rumi

Matsnawi-e Ma`nawi adalah sebuah kitab tentang para wali dan jalan hidup mereka. Segala seluk beluk tentang wali dijelaskan dalam kitab ini. Di antara kitab-kitab mistik (‘irfan), jarang ditemukan kitab seperti Matsnawi-e Ma`nawi yang mampu menerangkan ihwal dan rahasia para wali dengan penjabaran mendetil dan memukau.

Bisa dikatakan bahwa kitab ini jarang, kalau tak bisa dikatakan tidak, memiliki padanan di antara kitab-kitab irfan atau warisan-warisan mistis di dunia. Kitab agung ini ibarat samudera yang bergolak dan penuh dengan mutiara-mutiara hakikat ketuhanan. Semuanya dilantunkan dalam bingkai syair-syair indah Persia. Kami hanya akan membahas salah satu masalah irfan terpenting Rumi, yaitu ihwal wali Allah.

Dalam pandangan Rumi, kewalian (wilayah) adalah sebuah kehidupan kedua; mati dan keluar dari kehidupan materi, lalu hidup dengan kehidupan spiritual. Alquran juga menerangkan makna ini, Apakah orang yang mati, kemudian Kami hidupkan dan memberinya cahaya, yang dengannya ia berjalan di tengah manusia, sama seperti orang berada dalam kegelapan dan tak akan keluar darinya. (Al-An`am:122)

Para wali Allah seumpama Isrofil yang meniupkan nyawa kepada orang mati dan memberinya kehidupan kembali.

Dari mulut manusia yang harum

Kudengar pesan ilahi, juga salam

Sqlam ini tercium oleh semua

Kuteguk dengan hati yang lebih lezat darinya

Dari salam itu terdengar salam Tuhan

Yang telah nyalakan api dalam dirinya

Ia sudah mati, tapi hidup bersama Tuhan

Karena itulah bibirnya ucapkan rahasia Tuhan

Matinya tubuh adalah kehidupan

Derita tubuh kan lestarikan jiwa

Para wali adalah Isrofil masa ini

Mereka hidupkan orang mati

Jiwa-jiwa mati dalam kuburan badan

Suara mereka teredam dalam kafan

Mereka kata, suara ini berbeda dari yang lain

Yang beri kehidupan adalah suara Tuhan

Kita mati dan habis sudah

Kita bangun saat suara Tuhan berkumandang

Bahwa para wali ibarat Isrofil yang memberikan jiwa kepada orang mati, Rumi menjelaskan bahwa mereka sudah mati meninggalkan diri sendiri dan hidup kembali dengan (cahaya) Allah. Mereka telah melebur dalam cinta ilahi sedemikian rupa, sehingga mereka mendengar dan melihat dengan Allah. Semua sifat mereka adalah sifat rabbani. Rumi berargumen dengan hadis qurb nawafil, qurb faraidh, dan riwayat man kana Allah lahu…Meski hakikat-hakikat yang didengar dari lisan wali Allah berasal dari lidah mereka, namun sesungguhnya itu adalah suara Sang Penguasa Wujud.

Rahasianya adalah bahwa Allah telah mengajarkan rahasia-rahasia asma ilahi kepada manusia serta menyingkap rahasia asmaul husna melalui manusia atau wali-Nya kepada makhluk-makhluk lain. Lantaran manusia adalah manifestasi asma ilahi, maka cahayanya adalah cahaya Allah dan cahaya-Nya menyinari orang-orang beriman melalui wali-Nya.

Dia yang ajarkan asma-Nya kepada Adam

Dan Adam singkap asma-Nya kepada selainnya

Para wali menguasai alam wujud berkat kuasa Allah. Dengan kuasa-Nya pula mereka mampu menarik anak panah yang telah melesat, kembali ke busurnya.

Jika kita menyerupakan alam wujud sebagai samudera, maka para wali adalah paus-paus penjaga samudera ini dan ikan-ikan di dasarnya. Karena mereka berada dalam naungan kubah keagungan Allah, hingga membuat mereka tak bisa dikenali selain mereka. Para wali berada dalam kubah “la ya`rifunahum ghoiri” (tak ada yang mengenal mereka selain-Ku).

Mereka adalah ikan-ikan lihai di bawah samudera

Ular jadi ikan dengan sihir mereka

Mereka adalah ikan-ikan di dasar samudera Tuhan

Semua mereka kuasai sihir yang diijinkan Tuhan

Maka mustahil kenali mereka

Kesialan menyelam di sana dan keluar menjadi keberuntungan

Jika aku bicara tentang mereka hingga kiamat

Bicaraku tak akan rampung meski terjadi seratus kiamat

Para wali adalah ‘bayangan’ Allah di dunia. Sebagian urafa menyebut wujud mutlak sebagai bayangan Allah. Mereka berdalil dengan ayat, Tidakkah kaulihat Tuhanmu yang telah memanjangkan bayangan. Dan andai Ia menghendaki, niscaya Ia akan membuatnya tenang. (Al-Furqan:48). Menurut Rumi, bayangan yang dihamparkan Allah adalah para wali. Oleh karena itu, manusia harus berpegang dengan mereka agar terlindung dari bencana akhir zaman.

Hamba Tuhan adalah bayangan-Nya

Mati di dunia ini, tapi hidup di sisi-Nya

Segera pegang tangan mereka

Agar selamat dari bencana

Jangan pergi ke lembah tanpa pemandu

Seperti Ibrahim, katakan “la uhibbul afilin”

Para wali adalah alkemis sejati. Mereka merubah wujud manusia dari tembaga menjadi emas. Jika kisah tentang berubahnya tembaga menjadi emas adalah benar dan bukan sekedar mitos, lalu apa gunanya bagi manusia? Andai dunia ini dipenuhi emas sekalipun, bukankah itu tak akan berguna bagi manusia saat ia mati, dan bahkan hanya membawa penyesalan? Kimia yang sesungguhnya adalah kimia kewalian, yang mengantarkan manusia kepada Allah. Kewalian tak akan berakhir dengan kematian, bahkan turut menyertai manusia ke akhirat. Bisa dikatakan bahwa dalam wujud manusia, hanya kewalian yang tetap tersisa. Dengan satu pandangan, para wali bisa mengubah orang kafir menjadi orang beriman, orang musyrik menjadi muwahhid, orang bodoh menjadi berilmu, dan jauh dari Allah menjadi dekat dengan-Nya.

Dalam Buku Ketiga, Rumi menyebut para wali sebagai tabib-tabib ilahi. Ia membandingkan mereka dengan para tabib biasa, yang disebutnya sebagai ‘tabib-tabib dunia.’ Para wali adalah tabib-tabib jiwa. Mereka belajar dari Allah, mengendalikan alam dengan ijin-Nya, melihat langsung ke hati manusia, mendeteksi penyakitnya, dan mengobatinya. Mereka tahu apa manfaat dan bahaya setiap perbuatan dan tindakan. Ilmu mereka adalah ilham dari Allah yang tak mungkin dinodai oleh waswas dari setan.

Berbeda dengan tabib jasmani yang mengetahui kondisi manusia melalui nadinya, para wali mengetahuinya dari ilham ilahi. Tak seperti tabib biasa yang mengambil upah dari pasien, para nabi dan wali tak menuntut imbalan atas amanat kenabian dan kewalian mereka.

Kami adalah murid-murid Tuhan

Samudera terbelah saat tatap kami

Tabib-tabib jasmani itu berbeda

Mereka tahu batin manusia lewat nadi

Kami tahu batin manusia tanpa perantara

Karena kami miliki pandangan tajam

Tak ada upah yang kami kehendaki

Imbalan kami datang dari Yang Mahasuci

Dalam Buku Keempat, Rumi menegaskan bahwa para wali adalah ‘mata-mata’ hati. Mereka tahu penyakit agama dan hati pengikut mereka melalui tatapan mata. Mereka tahu isi hati manusia lewat nada bicara dan warna mata, bahkan meski tak satu pun kata terucap. Dengan mendengar nama seseorang dari jauh, mereka bisa menyelami batinnya hingga dasarnya. Sebagaimana dikatakan bahwa Yazid Basthami telah memberitahukan sifat dan kedudukan spiritual Abul Hasan Kharqani jauh sebelum ia dilahirkan.

Para nabi dan wali adalah wakil-wakil Allah. Memang Allah tak bisa dilihat dengan mata, tapi wakil-Nya bisa dilihat dengan mata. Melihat mereka sama saja dengan melihat Allah, seperti yang ditegaskan dalam riwayat dari Nabi saw,”Sesiapa yang melihatku, berarti ia telah melihat Allah.” Ini dikarenakan wali mutlak adalah manifestasi asmaul husna ilahi. Mereka telah melebur sedemikian rupa dalam cinta ilahi sehingga tak ada perpisahan antara mereka dan Allah.

Ketika masa kenabian telah berlalu dan wanginya telah berakhir, maka kita harus mencari wangi bunga kenabian dalam sari bunga kewalian, yang merupaka perasan dari kenabian.

Secara lahiriah, para wali nampak biasa-biasa saja. Tapi dalam diri mereka terpendam banyak hal; semua dunia, surga dan neraka, serta segala bagian dari wujud tunduk kepada wali mutlak. Pada prinsipnya, kedudukan wali mutlak tak bisa dilukiskan dalam bingkai kata-kata. Apapun yang kita lihat pada diri mereka, sebenarnya kita hanya melihat rumahnya saja dan lalai dari tuan rumah. Kita tidak tahu bahwa ada mutiara yang sedemikian berharga. Sebagian orang gemar memuliakan masjid-masjid, tapi mengusik manusia-manusia pilihan yang merupakan rahasia masjid. Para wali adalah hakikat masjid dan mihrab, bahkan mereka adalah masjid dan tempat sujud sejati semua makhluk. Bangunan masjid tak lebih dari sebuah kiasan di hadapan para wali.

Karena para wali telah melebur dalam cinta ilahi dan menyingkirkan hawa nafsu, maka tak ada perselisihan di antara mereka. Berbeda dengan ilmu-ilmu biasa, yang disebut Rumi sebagai “ilmu-ilmu prasangka,” yang dipenuhi perbedaan dan perselisihan. Pada hakikatnya, wujud para wali ini telah disinari cahaya ilmu.

Lantaran orang-orang beriman telah menaklukkan hawa nafsu, maka kendati secara lahiriah mereka berjumlah banyak, namun hakikat iman adalah satu. Meski tubuh mereka berbeda, tapi seolah satu jiwa ditiupkan kepada tubuh-tubuh ini. Sebaliknya, karena orang-orang biasa masih dikuasai nafsu hewani, maka mereka saling bertarung seperti anjing dan serigala. Tapi jiwa-jiwa para wali Allah bersatu ibarat singa-singa.

Rumi menggunakan perumpamaan cahaya. Ketika cahaya matahari menyinari pekarangan rumah-rumah, cahaya itu menjadi banyak mengikuti banyaknya pekarangan. Tapi jika pekarangan-pekarangan itu diambil, maka pasti cahaya itu menjadi satu. Rumi mengulang perumpamaan indah dan penyerupaannya dengan cahaya kewalian di beberapa tempat dalam Matsnawi-nya. Ia menyerupakan para wali dengan cahaya dua mata yang tak memiliki perbedaan. Atau seperti seratus pelita dalam sebuah rumah yang saling berbagi cahaya.

Para wali adalah anonim di tengah masyarakat. Keberadaan mereka selalu dipungkiri. Jarang ada orang yang mengetahui rahasia mereka. Inilah yang menyebabkan kesesatan orang awam, sebab orang biasa menghukumi secara lahiriah dan melalaikan sisi batiniah. Mereka menganggap wali seperti mereka, bahkan menganggap diri mereka lebih unggul darinya. Seperti yang dilakukan orang-orang kafir ketika melihat Rasulullah seperti mereka. Mereka berkata,”Nabi macam apa ini? Dia makan, tidur, dan berjalan seperti kita.” Para wali adalah manusia dari jenis lain. Perbedaan mereka dengan manusia biasa seperti perbedaan antara lebah madu dan lebah penyengat, atau kijang penghasil kotoran dan kijang penghasil kesturi. Manusia biasa tak bisa melihat perbedaan antara mereka, sebab ia menghakimi dengan mata kepala, bukan mata hati.

Jangan bandingkan orang suci dengan dirimu

Meski satu singa sama dengan yang lain dalam memangsa

Semua dunia tersesat karena ini

Jarang orang tahu rahasia wakil ilahi

Mereka anggap wali seperti mereka

Kata mereka, kami sama-sama manusia

Kami sama-sama tidur dan makan

Orang awam ini tidak ketahui

Perbedaan tanpa ujung antara mereka

Dua lebah sama-sama makan dari satu tempat

Tapi yang ini keluarkan sengat, yang itu madu

Dua rusa sama-sama makan rumput

Tapi yang ini keluarkan kotoran, yang itu kesturi

Dua tebu sama-sama minum air

Tapi yang ini kosong, yang itu berisi gula

Lihatlah ribuan yang mirip semacam ini

Tapi masing-masing berbeda jauh

Yang ini makan, kotoran keluar darinya

Yang itu makan, cahaya memancar darinya

Kecintaan terhadap para wali adalah kecintaan kepada Allah, dan permusuhan dengan mereka adalah permusuhan dengan-Nya. Bergabung bersama mereka adalah bergabung dengan Allah, dan berpisah dari mereka adalah berpisah dari-Nya. Jika Allah hendak menghinakan suatu kaum, maka Ia akan membuat mereka menyakiti hati wali-Nya. Rumi memperingatkan manusia agar jangan memusuhi para wali dan menghimbaunya untuk mencintai mereka. Ia selalu mengatakan jangan sampai manusia meniru para pendahulunya yang memusuhi wali-wali Allah. Ia harus tetap waspada dan tidak membiarkan tanda-tanda permusuhan kepada wali Allah muncul dalam dirinya.

Salah satu pembahasan penting tentang wali yang dikemukakan Rumi adalah ilmu mereka. Karena para wali telah melebur dalam cinta ilahi, maka Allah menjadi telinga, mata, dan lisan mereka saat mendengar, melihat, dan berbicara.

DbClix


http://www.taghrib.ir/indonesia/index.php?option=com_content&view=article&id=315:wali-allah-dalam-perspektif-rumi&catid=64:monasebatha&Itemid=150

Rabu, 06 April 2011

Merasa Diri Paling Merana

Saat itu saya tengah berada di kota Jeddah, Saudi Arabia. Terpapar dihadapan saya sebuah koran berbahasa Arab di lobby hotel. Tergerak saya melihat berita dan artikel yang tertulis di sana, hingga saya temukan sebuah tulisan yang amat bermanfaat ini.

Tersebutlah kisah nyata seorang kaya raya berkebangsaan Saudi bernama Ra’fat. Ia diwawancarai setelah ia berhasil sembuh dari penyakit liver akut yang ia idap. Pola hidup berlebihan dan mengkonsumsi makanan tak beraturan membuat Ra’fat mengalami penyakit di atas.
Ra’fat berobat untuk mencari kesembuhan. Banyak dokter dan rumah sakit ia kunjungi di Saudi Arabia sebagai ikhtiar. Namun meski sudah menyita banyak waktu, tenaga, pikiran dan biaya, sayangnya penyakit itu tidak kunjung sembuh juga. Ra’fat mulai mengeluh. Badannya bertambah kurus. Tak ubahnya seperti seorang pesakitan.

Demi mencari upaya sembuh, maka Ra’fat mengikuti saran dokter untuk berobat ke sebuah rumah sakit terkenal spesialis liver di Guangzhou, China. Ia berangkat ke sana ditemani oleh keluarga. Penyakit liver semakin bertambah parah. Maka saat Ra’fat diperiksa, dokter mengatakan bahwa harus diambil tindakan operasi segera. Ketika Ra’fat menanyakan berapa besar kemungkinan berhasilnya. Dokter menyatakan kemungkinannya adalah fifty-fifty.

“50% kalau operasi berhasil maka Anda akan sembuh, 50% bila tidak berhasil mungkin nyawa Anda adalah taruhannya!” jelas sang dokter.

Mendapati bahwa boleh jadi ia bakal mati, maka Ra’fat berkata, “Dokter, kalau operasi ini gagal dan saya bisa mati, maka izinkan saya untuk kembali ke negara saya untuk berpamitan dengan keluarga, sahabat, kerabat dan orang yang saya kenal. Saya khawatir bila mati menghadap Allah Swt namun saya masih punya banyak kesalahan terhadap orang yang saya kenal.” Ra’fat berkata sedemikian sebab ia takut sekali atas dosa dan kesalahan yang ia perbuat.

Dengan enteng dokter membalas, “Terlalu riskan bagi saya untuk membiarkan Anda tidak segera mendapatkan penanganan. Penyakit liver ini sudah begitu akut. Saya tidak berani menjamin keselamatan diri Anda untuk kembali ke tanah air kecuali dalam 2 hari. Bila Anda lebih dari itu datang kembali ke sini, mungkin Anda akan mendapati dokter lain yang akan menangani operasi liver Anda.”

Bagi Ra’fat 2 hari itu cukup berarti. Ia pun berjanji akan kembali dalam tempo itu. Serta-merta ia mencari pesawat jet yang bisa disewa dan ia pun pergi berangkat menuju tanah airnya.

Kesempatan itu betul-betul digunakan oleh Ra’fat untuk mendatangi semua orang yang pernah ia kenal. Satu per satu dari keluarga dan kerabat ia sambangi untuk meminta maaf dan berpamitan. Kepada mereka Ra’fat berkata, “Maafkan aku, Ra’fat yang kalian kenal ini sungguh banyak kesalahan dan dosa… Boleh jadi setelah dua hari dari sekarang saya sudah tidak lagi panjang umur…”

Itulah yang disampaikan Ra’fat kepada orang-orang. Dan setiap dari mereka menangis sedih atas kabar berita yang mereka dengar dari orang yang mereka cintai dan kagumi ini.

Ra’fat menyambangi satu per satu dari mereka. Meski dengan tubuh yang kurus tak berdaya, ia berniat mendatangi mereka untuk meminta doa dan berpamitan. Dan kondisi itu membuat Ra’fat menjadi sedih. Ia merasa menjadi manusia yang paling merana. Ia merasa tak berdaya dan tak berguna. Sering dalam kesedihannya ia membatin, “Ya Allah…. rupanya keluarga yang mencintai aku…. harta banyak yang aku miliki… perusahaan besar yang aku punya…. semuanya itu tidak ada yang mampu membantuku untuk kembali sembuh dari penyakit ini! Semuanya tak ada guna… semuanya sia-sia!”

Rasa emosi batin itu membuat tubuh Ra’fat bertambah lemah. Ia hanya mampu perbanyak istighfar memohon ampunan Tuhannya. Memutar tasbih sambil berdzikir kini menjadi kegiatan utamanya. Ia masih merasa bahwa dirinya adalah manusia yang paling merana di dunia.

Hingga saat ia sedang berada di mobilnya. duduk di kursi belakang dengan tangan memutar tasbih seraya berdzikir. Hanya Ra’fat dan supirnya yang berada di mobil itu. Mereka melaju berkendara menuju sebuah rumah kerabat dengan tujuan berpamitan dan minta restu. Saat itulah menjadi moment spesial yang tak akan terlupakan untuk Ra’fat.

Beberapa ratus meter di depan, mata Ra’fat melihat ada seorang wanita berpakaian abaya (pakaian panjang wanita Arab yang serba berwarna hitam) tengah berdiri di depan sebuah toko daging. di sisi wanita tadi ada sebuah karung plastik putih yang biasa menjadi tempat limbah toko tersebut. Wanita tadi mengangkat dengan tangan kirinya sebilah tulang sapi dari karung. Sementara tangan kanannya mengumpil dan mencuil daging-daging sapi yang masih tersisa di pinggiran tulang.

Ra’fat memandang tajam ke arah wanita tersebut dengan pandangan seksama. Rasa ingin tahu membuncah di hati Ra’fat tentang apa yang sedang dilakukan wanita itu. Begitu mobilnya melintasi sang wanita, sekilas Ra’fat memperhatikan. Maka ia pun menepuk pundak sang sopir dan memintanya untuk menepi.

Saat mobil sudah berhenti, Ra’fat mengamati apa yang dilakukan oleh sang wanita. Entah apa yang membuat Ra’fat menjadi penasaran. Keingintahuannya membuncah. Ia turun dari mobil. lemah ia membuka pintu, dan ia berjalan tertatih-tatih menuju tempat wanita itu berada.

Dalam jarak beberapa hasta Ra’fat mengucapkan salam kepada wanita tersebut namun salamnya tiada terjawab. Ra’fat pun bertanya kepada wanita tersebut dengan suara lemah, “Ibu…, apa yang sedang kau lakukan?”

Rupanya wanita ini sudah terlalu sering diacuhkan orang, hingga ia pun tidak peduli lagi dengan manusia. Meski ada yang bertanya kepadanya, wanita tadi hanya menjawab tanpa menoleh sedikitpun ke arah si penanya. Sambil mengumpil daging wanita itu berkata, “Aku memuji Allah Swt yang telah menuntun langkahku ke tempat ini. Sudah berhari-hari aku dan 3 orang putriku tidak makan. Namun hari ini, Dia Swt membawaku ke tempat ini sehingga aku dapati daging limbah yang masih bertengger di sisi tulang sisa. Aku berencana akan membuat kejutan untuk ketiga putriku malam ini. Insya Allah, aku akan memasakkan sup daging yang lezat buat mereka….”

Subhanallah. …! bergetar hebat relung batin Ra’fat saat mendengar penuturan kisah kemiskinan yang ada di hadapannya. Tidak pernah ia menyangka ada manusia yang melarat seperti ini. Maka serta-merta Ra’fat melangkah ke arah toko daging. Ia panggil salah seorang petugasnya. Lalu ia berkata kepada petugas toko, “Pak…, tolong siapkan untuk ibu itu dan keluarganya 1 kg daging dalam seminggu dan aku akan membayarnya selama setahun!”

Kalimat yang meluncur dari mulut Ra’fat membuat wanita tadi menghentikan kegiatannya. Seolah tak percaya, ia angkat wajah dan menoleh ke arah Ra’fat. Kini mata wanita itu menatap dalam mata Ra’fat seolah ia berterima kasih lewat sorot pandang.

Merasa malu ditatap seperti itu, Ra’fat menoleh ke arah petugas toko. Ia pun berkata, “Pak…, tolong jangan buat 1 kg dalam seminggu, aku rasa itu tidak cukup. Siapkan 2 kg dalam seminggu dan aku akan membayarnya untuk setahun penuh!” Serta-merta Ra’fat mengeluarkan beberapa lembar uang 500-an riyal Saudi lalu ia serahkan kepada petugas tadi.

Usai Ra’fat membayar dan hendak meninggalkan toko daging, maka terhentilah langkahnya saat ia menatap wanita tadi tengah menengadah ke langit sambil mengangkat kedua belah tangannya seraya berdoa dengan penuh kesungguhan:

“Allahumma ya Allah… berikanlah kepada tuan ini keberkahan rezeki. Limpahkan karunia-Mu yang banyak kepadanya. Jadikan ia manusia mulia di dunia dan akhirat. Beri ia kenikmatan seperti yang Engkau berikan kepada para hamba-Mu yang shalihin. Kabulkan setiap hajatnya dan berilah ia kesehatan lahir dan batin…..dst”

Panjang sekali doa yang dibaca oleh wanita tersebut. Kalimat-kalimat doa itu terjalin indah naik ke langit menuju Allah Swt. Bergetar arsy Allah Swt atas doa yang dibacakan sehingga getaran itu terasa di hati Ra’fat. Ia mulai merasakan ketentraman dan kehangatan. Kedamaian yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. Hampir saja Ra’fat menitikkan air mata saat mendengar jalinan indah kalimat doa wanita tersebut. Andai saja ia tidak merasa malu, pastilah buliran air mata hangat sudah membasahi pipinya. Namun bagi Ra’fat pantang menangis…, apalagi dihadapan seorang wanita yang belum ia kenal.

Ra’fat lalu memutuskan untuk meninggalkan wanita tersebut. Ia berjalan tegap dan cepat menuju mobilnya. Dan ia belum juga merasakan keajaiban itu! Ya, keajaiban yang ditambah saat Ra’fat membuka dan menutup pintu mobil dengan gagah seperti manusia sehat sediakala!!!

Sungguh doa wanita itu memberi kedamaian pada hati Ra’fat. Sepanjang jalan di atas kendaraan Ra’fat terus tersenyum membayangkan doa yang dibacakan oleh sang wanita tadi. Perjalanan menuju rumah seorang kerabat itu menjadi indah.

Sesampainya di tujuan lalu Ra’fat mengutarakan maksudnya. Ia berpamitan dan meminta restu. Ia katakan boleh jadi ia tidak lagi berumur panjang sebab sakit liver akut yang diderita.

Anehnya saat mendengar berita itu dari Ra’fat, sang kerabat berkata, “Ra’fat…, janganlah engkau bergurau. Kamu terlihat begitu sehat. Wajahmu ceria. Sedikit pun tidak ada tanda-tanda bahwa engkau sedang sakit.”

Awalnya Ra’fat menganggap bahwa kalimat yang diucapkan kerabat tadi hanya untuk menghibur dirinya yang sedang sedih. Namun setelah ia mendatangi saudara dan kerabat yang lain, anehnya semuanya berpendapat serupa.

Dua hari yang dimaksud pun tiba. Ia didampingi oleh istri dan beberapa anaknya kembali datang ke China. Hari yang dimaksud untuk menjalani operasi sudah disiapkan. Sebelum masuk ruang tindakan, beberapa pemeriksaan pun dilakukan. Setelah hasil pemeriksaan itu dipelajari maka ketua tim dokter pun bertanya keheranan kepada Ra’fat dan keluarga:

“Aneh….! dua hari yang lalu kami dapati liver tuan Ra’fat rusak parah dan harus dilakukan tindakan operasi. Tapi setelah kami teliti, mengapa liver ini menjadi sempurna lagi?!”

Kalimat dokter itu membuat Ra’fat dan keluarga menjadi bahagia. Berulangkali terdengar kalimat takbir dan tahmid di ruangan meluncur dari mulut mereka. Mereka memuji Allah Swt yang telah menyembuhkan Ra’fat dari penyakit dengan begitu cepat. Siapa yang percaya bahwa Allah yang memberi penyakit, maka ia pun akan yakin bahwa hanya Dia Swt yang mampu menyembuhkan. Jangan bersedih dan merasa hidup merana. Sadari bahwa dalam kegetiran ada hikmah bak mutiara!

DbClix


Cahaya Langit,

Bobby Herwibowo


http://kampoengsufi.wordpress.com/2010/01/15/merasa-diri-paling-merana/

Sabtu, 19 Maret 2011

Lirik Syiir Tanpo Wathon

Syiir Tanpo Wathon
By KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur)


Astaghfirulloh robbal barooyaa
Astaghfirulloh minal khotooyaa
Rabbi zidni ’ilman naafi’ah wa wafiqni ’amalan sholihah
Yaa rosululloh salamun’alaik
Yaa rofiassani wa daaroji
Athfathayyaji rotal alami
Yauuhay laljuu diwal karomi 2x
Ngawithi ingsun nglara syi’irran
Kelawan muji maring pengeran
Kang paring rohmat lan kenikmatan
Rino wengine tanpo pitungan 2x
Duh bolo konco prio wanito
Ojo mung ngaji(syare’at bloko)
Gur pinter dongeng, nulis, lan moco
Tembe burine bakal sangsoro 2x
Akeh kang apal qur’an haditsse
Seneng ngafirke (marang liyane)
Kafire dewe gak digaktekke
Yen isih kotor ati akalle 2x
Gampang kabuju’
Nafsu angkoro ing pepaesse gebbyare dunyo
Iri lan meri sugihe tonggo
Mulo atine peteng lan nisto 2x
Ayo sedulur
Jo nglalekake wajibe ngaji sak pranatane
Gumendelake iman tauhidte
Bagusse sangu mulyo matine 2x
Kang aran sholeh
Bagus atine kerono mapan sangu ilmune
Lagu thorekot lan ma’rifate
Ugo hakekot manjing rasane 2x
Al-qur’an qodim
wahyu minulyo tanpo dinulis (biso diwoco)
Iku wejangan guru was kitho
Den tancep ake ing jerro dodo 2x
Kumantil ati lan pikiran merasuk ing badan (kabeh jerroan)
Mukjizat rosul dadi pedoman
Minongko dalan manjingi iman 2x
Kelawan Alloh kang moho suci
Kudhu rangkulan rino lan wengi
Ditirakati diriyadhoi
Dzikir lan shuluk jo’ nganthi lali 2x
Urippe ayem
Rumongso aman dununge rosso tondo yen iman
Sabar nerimo najan pas-pasan
Kabeh dinakdir sangking pengeran 2x
Kelawan konco dulur lan tonggo kang podo rukun ojo disio
Iku sunnahe rosul kang mulyo
Nabi muhammad panutan kitho 2x
Ayo ngelakoni sekabehani
Alloh kang bakal ngangkat drajati
(Senajan ashor toto dhohire)
Ananging mulyo maqom drajati 2x
Balastro ing pungkasani orak kessasar roh lan sukmane
Den gadang Alloh suwargo manggone
uduk mayyitte ugo ulesse 2x
Yaa rosululalloh salamun’alaik
Yaa rofiassa ni wa daaroji
Athfathayyaji rotal ’alami
Yauuhay laljuu diwal karomi 2x
Al–Fatihah.

DbClix


http://heri11user.blogspot.com

Senin, 14 Februari 2011

Kontroversi Kedatangan Imam Mahdi

PENGANTAR
Polemik berita datangnya Imam Mahdi selalu actual untuk diulas dan dibicarakan. Pasalnya, masalah ini hingga kini masih menjadi buah bibir di kalangan kaum muslimin, khususnya kaum pelajar dan intelektual. Ironis memang, tatkala melihat orang yang bukan bidangnya ikut andil terjun menangani kontroversi masalah prinsip ini, sehingga bukannya menyembuhkan, tetapi justru malah meruwetkan masalah.
Beragam komentar pro kontra bermunculan seputar masalah Mahdi di akhir zaman. Betapa banyak para penulis dan penceramah berani menegaskan dengan penuh percaya diri, tanpa ragu sedikitpun: “Hadits-hadits tentang Mahdi seluruhnya palsu, hanya karangan politisi Syi’ah”!![1]. Sebaliknya, tak sedikit juga kalangan yang berkomentar dengan mantap: “Si anu adalah Mahdi yang ditunggu-tunggu”. Padahal dia tidak mengerti ciri-ciri Mahdi yang hakiki.
Melihat fenomena di atas, tentu kita tidak bisa tinggal diam begitu saja, kita harus berani bicara kebenaran dan menepis kebatilan. Alangkah bagusnya ucapan Ali ad-Daqqaqrahimahullah: “Orang yang tidak berani bicara kebenaran adalah syetan yang bisu dan orang yang bicara kebatilan adalah syetan yang bicara”. [2]
.
TEKS DAN TAKHRIJ HADITS
Ketahuilah wahai saudaraku -semoga Allah merahmatimu- bahwa hadits-hadits tentang datangnya Imam Mahdi banyak sekali, ada yang shahih, hasan, dha’if bahkan maudhu’. Untuk menyeleksinya perlu penelitian ahli hadits. Berikut kami paparkan beberapa contoh hadits yang shahih mengenai kedatangan Imam Al-Mahdi:
Hadits Pertama:
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ مَسْعُوْدٍ رضي الله عنه قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم: لَوْ لَمْ يَبْقَ مِنَ الدُّنْيَا إِلاَّ يَوْمٌ لَطَوَّلَ اللهُ ذَلِكَ الْيَوْمَ حَتَّى يَبْعَثَ فِيْهِ رَجُلاً مِنِّيْ أَوْ مِنْ أهْلِ بَيْتِيْ يُوَاطِئُ اسْمُهُ اسْمِيْ وَاسْمَ أَبِيْهِ اسْمَ أَبِيْ يَمْلأُ الأَرْضَ قِسْطًا وَعَدْلاً كَمَا مُلِئَتْ ظُلْمًا وَجَوْرًا
Dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Seandainya dunia tidak tersisa kecuali tinggal sehari saja, maka Allah akan memanjangkan hari itu sehingga mengutus seorang laki-laki dari keturunanku atau dari ahli baitku, namanya seperti namaku dan nama ayahnya seperti nama ayahku, dia memenuhi bumi dengan keadilan sebagaimana sebelumnya dipenuhi kedhaliman dan penganiayaan”.
Orang yang meriwayatkan dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu ada dua:
1. Zirr bin Khubaisy
  • Riwayat Abu Daud: 4282, Tirmidzi: 2230, 2231, Ahmad 1/376, 377, 430, 448,Ath-Thabrani dalam Al-Mu’jam Al-Kabir 10/10213-10230 dan Al-Mu’jam Ash-Shaghir hal. 245, Abu Nuaim dalam Al-Hilyah dan Al-Khatib dalam Tarikh Baghdad.
  • Imam Tirmidzi berkata: “Hasan Shahih”. Imam Adz-Dzahabi menshahihkannya dalam At-Talkhis 4/442 dan disetujui oleh Syaikh Al-Albani.
2. Alqomah (bin Martsyad)
  • Riwayat Ibnu Majah: 4082 dan Al-Hakim dalam Al-Mustadrak 4/264.
  • Syaikh Al-Albani berkata: “Sanadnya hasan”.
Hadits Kedua:
عَنْ عَلِيِّ بْنِ أَبِيْ طَالِبٍ رضي الله عنه قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه: الْمَهْدِيْ مِنَّا أَهْلَ الْبَيْتِ يُصْلِحُهُ اللهُ فِيْ لَيْلَةٍ
Dari Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda: “Al-Mahdi adalah dari keturunan kami, ahli bait, Allah memperbaikinnya (memberi taufik dan hidayah) dalam sehari”.
Orang yang meriwayatkan dari Ali bin Abi Thalib ada dua:
1. Muhammad bin Hanafiyyah
  • Riwayat Ibnu Majah: 4085, Ahmad 1/84, Al-Uqaili dalam Adh-Dhu’afa: 470, Ibnu Adi dalam Al-Kamil 2/360 dan Abu Nuaim dalam Al-Hilyah 3/177 dari Yasin Al-Ijli dari Ibrahim bin Muhammad bin Hanafiyyah dari ayahnya.
  • Sanad hadits ini hasan. Seluruh perawinya terpercaya kecuali Yasin yaitu Ibnu Syaiban, haditsnya hasan. Namun dia tidak sendirian, dia dikuatkan oleh Salim bin Abu Hafshah (haditsnya hasan) sebagaimana riwayat Abu Nuaim dalamAkhbar Ashbahan 1/170 sehingga hadits ini naik kepada derajat shahih.[3]
2. Abu Thufail
  • Riwayat Abu Daud: 4283, Ahmad 1/99 dengan lafadz seperti hadits Abdullah bin Mas’ud.
  • Syaikh Adzim Abadi berkata dalam Aunul Ma’bud 11/251: “Sanadnya hasan dan kuat”. Dan dishahihkan Syaikh Ahmad Syakir dan Syaikh Al-Albani dalam Takhrij Ahadits Fadhail Syam hal. 44.
Hadits Ketiga:
عَنْ أَبِيْ سَعِيْدٍ الْخُدْرِيِّ رضي الله عنه قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم: الْمَهْدِيْ مِنِّيْ أَجْلَى الْجَبْهَةِ أَقْنَى الأَنْفِ يَمْلأَ الأَرْضَ قِسْطًا وَعَدْلاً كَمَا مُلِئَتْ جَوْرًا وَظُلْمًا وَ يَمْلِكُ سَبْعَ سِنِيْنَ
Dari Abu Said Al-Khudri radhiyallahu ‘anhu berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda: “Al-Mahdi adalah dari keturunanku, berdahi lebar dan berhidung mancung, dia memenuhi bumi dengan keadilan sebagaimana sebelumnya terpenuhi dengan kedhaliman dan dia berkuasa selama tujuh tahun lamanya”.
Orang yang meriwayatkan dari Abu Said Al-Khudri ada dua:
1. Abu Nadhrah
  • Riwayat Abu Daud: 4285 dan Al-Hakim dalam Al-Mustadrak 1/556 dari jalur Imran Al-Qaththan dari Qotadah dari Abu Nadhrah dengannya.
  • Al-Hakim berkata: “Hadits ini shahih menurut syarat Muslim”. Dan disetujui Adz-Dzahabi. Syaikh Al-Albani berkata: “Sanadnya hasan”.
2. Abu Ash-Shiddiq[4]
  • Riwayat Tirmidzi: 2232, Ibnu Majah: 4083, Ahmad 3/21 dan Al-Hakim dalam Al-Mustadrak 4/557 dari jalur Zaid Al-‘Ummi dari Abu Ash-Shiddiq.
  • Imam Tirmidzi berkata: “Haditsnya hasan”.
  • Al-Hakim berkata: “Shahih menurut syarat Muslim”. Dan disetujui Adz-Dzahabi dan Al-Albani.
.
Hadits Keempat:
عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ رضي الله عنها قَالَتْ: سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه و سلم يَقُوْلُ : الْمَهْدِيْ مِنْ عِتْرَتِيْ مِنْ وَلَدِ فَاطِمَةَ
Dari Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha berkata: Saya mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Al-Mahdi adalah dari keturunanku dari anak keturunan Fathimah”.
  • Riwayat Abu Daud: 4284, Ibnu Majah: 4086, Al-Hakim dalam Al-Mustadrak4/557, Abu Amr Ad-Dani dalam As-Sunan Al-Waridah fil Fitan: 99-100 dan Al-Uqaili dalam Adh-Dhu’afa: 139, 300 dari jalur Ziyad bin Bayan dari Ali bin Nufail dari Said bin Musayyib dari Ummu Salamah secara marfu’.
  • Syaikh Al-Albani berkata: “Sanadnya jayyid (bagus), seluruh rawinya terpercaya”.[5]
Demikianlah beberapa contoh hadits yang shahih tentang kedatangan Imam Al-Mahdi. Bagi saudara yang ingin memperluas hadits-hadits lainnya, silahkan membaca kitab Al-Idha’ah Lima Kana wa Maa Yakunu Baina Yadai As-Sa’ah oleh Al-Allamah Shiddiq Hasan Khan danAl-Urful Wardi oleh Imam As-Suyuthi. Wallahu A’lam.
1. Haditsnya Mutawatir
Melihat begitu banyaknya hadits tentang kedatangan Imam Mahdi, maka para pakar ilmu hadits menetapkan bahwa hadits-haditsnya mencapai derajat mutawatir, diantaranya adalah Imam Abul Hasan Al-Aaburri[6], as-Sakhawi dalam Fathul Mughits 3/43, asy-Syaukani dalamAt-Taudhih fi Tawaturi Maa Jaa fil Muntadhar wad Dajjal wal Masih[7], Shiddiq Hasan Khan dalam al-Idha’ah hal. 112, As-Saffarini dalam Lawami’ Anwar 2/84, Syaraful Haq Adzim Abadi dalam Aunul Ma’bud 11/243, al-Kattani dalam Nadhmul Mutanatsir hal. 147, al-Barazanji dalam Al-Isya’ah li Asyrat As-Saa’ah hal. 87, Muhammad Habibullah Asy-Syinqithi dalam Al-Muqni’ Al-Muharrir hal. 30, al-Albani dalam Majalah Tamaddun Islami 22/646 -sebagaimana dalam Maqalat Al-Albani hal. 110-, Syaikh Abdul Aziz bin Baz dalam Majmu Fatawanya 4/98-99, dll.
2. Para Ulama Yang Menshahihkan
Syaikh al-Albani dalam ash-Shahihah 4/41 menyebutkan lima belas nama ulama yang menshahihkan hadits-hadits-hadits tentang Mahdi, bahkan sebagian mereka menegaskan tentang kemutawatirannya. Syaikh Muhammad bin Ahmad bin Ismail menulis sebuah kitab berjudul “Al-Mahdi Haqiqah Laa Khurafah”[8]. Pada hal. 35-36 beliau menyebutkan daftar nama ulama yang menshahihkan hadits-hadits tentang Mahdi, baik para ulama dahulu maupun sekarang:
  1. al-Uqaili
  2. al-Aburri
  3. as-Suhaili
  4. al-Khaththabi
  5. al-Baihaqi
  6. Ibnu Atsir
  7. al-Haitsami
  8. Ibnu Hibban
  9. Ibnul Jauzi
  10. al-Mundziri
  11. Ibnu Taimiyyah
  12. Ibnu Qayyim
  13. adz-Dzahabi
  14. Ibnu Katsir
  15. Ibnul Arabi
  16. ash-Shan’ani
  17. al-Munawi
  18. al-Mubarakfuri
  19. Syamsul Haq Abadi
  20. al-Haitami
  21. al-Ajluni
  22. az-Zurqani
  23. Ibnu Hajar
  24. ash-Shabban
  25. Shiddiq Hasan Khan
  26. as-Sindi
  27. as-Suyuthi
  28. Ali al-Qari
  29. al-Kattani
  30. abu Su’ud
  31. abul Ala’ Iraqi
  32. as-Sakhawi
  33. as-Saffarini
  34. al-Qasthalani
  35. al-Bushiri
  36. al-Kisymiri
  37. Abdur Rahman asy-Syaibani
  38. al-Qurthubi
  39. asy-Syakani
  40. as-Samruzi
  41. Muhammad al-Faasi
  42. Jalaluddin Yusuf
  43. Abu Zaid al-Qasimi
  44. Ahmad Syakir
  45. Abu Abdir Rahman
  46. al-Albani
  47. Abdul Qadir al-Farisi
  48. Muhammad Abu Syuhbah
  49. al-Mar’I Hanbali
  50. Humud at-Tuwaijiri
  51. Muhammad Basyir as-Sahsawani
  52. Abdul Aziz bin Baz
  53. Abdul Qadir Salim
  54. Muhammad Husain Makhluf
  55. Habibullah as-Syinqithi
  56. Sayyid Sabiq
  57. Manshur Ali Nashif
  58. Muhammad Amin as-Sinqithi
  59. Dan masih banyak lagi lainnya.
Barangsiapa yang mencoba untuk menyelisihi mereka, maka hendaknya meletakkan mereka dalam suatu timbangan kemudian meletakkan dirinya dalam timbangan, kemudian bercermin dengan keadilan . Semoga Allah merahmati seorang yang mengetahui kadar dirinya sendiri.
أُوْلَئِكَ آبَائِيْ فَجِئْنِيْ بِمِثْلِهِمْ
إِذَا جَمَعَتْنَا يَا جَرِيْرُ الْمَجَامِعُ

Merekalah orang tuaku, maka datangkanlah padaku semisal mereka
Apabila perkumpulan mengumpulkan kita wahai Jarir.[9]

3. Kesepakatan Ulama
Berdasarkan dalil-dalil yang sangat jelas di atas, maka seluruh ulama terpercaya bersepakat bahwa turunnya Isa kelak di akhir zaman merupakan aqidah Islam yang wajib diimani oleh setiap muslim. Diantara para ulama yang menegaskan kesepakatan tersebut adalah Imam As-Saffarini.dalam Lawami’ul Anwar 2/84, kata beliau: “Iman terhadap kedatangan Mahdi merupakan kewajiban sebagaimana ditetapkan oleh ahli ilmu sehingga dikategorikan termasuk aqidah Ahlu Sunnah wal Jama’ah”.
4. Beberapa Kitab Khusus Tentang Al-Mahdi[10]
Begitu seriusnya masalah penting ini, maka sebagian peneliti hadits menulis secara khusus. Diantaranya:
  • Imam Abu Nuaim Al-Ashbahani rahimahullah menulis sebuah kitab berjudul“Akhbar Al-Mahdi” sebagaimana disebutkan Imam Suyuthi dalam Al-Urful Wardi 2/64 -Al-Hawi-.
  • Al-Hafizh Ibnu Abi Khaitsamah rahimahullah mengumpulkan hadits-hadits tentang Al-Mahdi dalam sebuah kitab sebagaimana disebutkan Ibnu Khuldun dalam Muqaddimah Tarikhnya hal. 556.
  • Al-Hafizh Jalaluddin Ash-Suyuthi rahimahullah dalam bukunya yang berjudul“Al-Urful Wardi fi Akhbar Al-Mahdi” telah dicetak bersama Al-Hawi lil Fatawi 2/57.
  • Al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullah menulis risalah khusus tentang Al-Mahdi sebagaimana beliau sebutkan dalam kitabnya An-Nihayah 1/30.
  • Syaikh Ali Al-Muttaqi Al-Hindi rahimahullah memiliki risalah khusus tentang Al-Mahdi sebagaimana disebutkan dalam kitab Al-Isya’ah li Asyrat Sa’ah hal. 121.
  • Syaikh Mula Ali Al-Qari rahimahullah menulis kitab berjudul “Al-Masyrab Al-Wardi fi Madzhab Al-Mahdi” sebagaimana dalam Al-Isya’ah hal. 113.
  • Al-Hafizh Asy-Syaukani rahimahullah dalam risalahnya “At-Taudhih fi Tawaturi Maa Ja’a fi Al-Mahdi wa Dajjal wal Masih”.
  • Al-Allamah Ash-Shan’ani rahimahullah dalam telah mengumpulkan hadits-hadits tentang kedatangan Al-Mahdi sebagaimana disebutkan Shiddiq Hasan Khan dalam Al-Idha’ah hal. 114
  • Syaikh Abdul Alim Abdul Adzim rahimahullah menulis sebuah risalah “Al-Ahadits Al-Waridhah fi Al-Mahdi fi Mizan Al-Jarh wa At-Ta’dil”. Risalah ini adalah referensi yang paling luas tentang Al-Mahdi sebagaimana dikatakan oleh Al-Allamah Syaikh Abdul Muhsin Al-Abbad dalam Majalah Al-Jami’ah Al-Islamiyyahedisi 45 hal. 323.
  • Syaikh Al-Allamah Abdul Muhsin Al-Abbad rahimahullah dalam risalahnya“Aqidah Ahli Sunnah wal Atsar fi Al-Mahdi Al-Muntahdar” dan “Ar-Raddu ‘ala Man Kadzdzaba bil Ahadits As-Shahihah Al-Waridah fi Al-Mahdi”. Dan keduannya telah tercetak.
.
SYUBHAT PENGKRITIK HADITS
Sangat disayangkan sekali, aqidah mulia ini telah digugat oleh sebagain kalangan, diantaranya adalah Syaikh Muhammad Rasyid Ridha rahimahullah dalam Tafsir Al-Manar9/499-504, Muhammad Farid Wajdi rahimahullah dalam Dairah Ma’arif Al-Qarni Al-‘Isyrin10/480, Ahmad Amin rahimahullah dalam Dhuha Islam 3/237-241, Muhammad Al-Ghozalirahimahullah dalam Musykilat fi Thariq Hayat Islamiyyah hal. 139[11], Ust. Umar Hubaisyrahimahullah dalam Fatawa hal. 334-335
Kesimpulan kritikan mereka sebagai berikut:
1. Hadits-haditsnya tidak ada yang shahih
2. Ucapan Imam Ibnu Khuldun
3. Hadits-haditsnya karangan para politisi kelompok Syi’ah
4. Haditsnya tidak diriwayatkan Imam Bukhari Muslim
5. Haditsnya saling bertentangan
6. Membendung para pengaku Mahdi yang dusta
7. Menyebabkan manusia tidak berusaha
.
MENJAWAB SYUBHAT
Sekarang kami mengajak para pembaca untuk mengikuti bersama kami sanggahan atas kritikan-kritikan tersebut:
1. Hadits-haditsnya tidak ada yang shahih
Jawab: Siapakah yang mengatakan demikian?! Apakah mereka ahli hadits?! Ataukah ahli kalam dan filsafat yang tidak mengerti ilmu hadits?!! Tak perlu kita memperpanjang pembicaraan lagi, karena kami kira penjelasan di atas sudah cukup bagi pencari kebenaran[12].
2. Ucapan Imam Ibnu Khuldun
Seringkali para pengkritik berhujjah dengan keterangan Ibnu Khuldun dalam kitabnya yang masyhur itu dan menipu umat dengannya.
Jawab: Alasan ini tidak bisa diterima karena dua sebab:
Pertama: Ibnu Khuldun bukanlah ahli hadits. Oleh karena itulah para pakar hadits mengingkari dan membantah keterangannya tersebut. Diantaranya Al-Allamah Shiddiq Hasan Khan, beliau berkata setelah menukil ucapan Ibnu Khuldun: “Masalahnya tak seperti yang dia terangkan. Dan kebenaran lebih utama untuk diikuti”, Syaikh Adzim Abadi dan Al-Mubarakfuri mengatakan: “Dia jatuh dalam kesalahan dan jauh dari kebenaran”.[13]
Syaikh Al-Allamah Ahmad Syakir rahimahullah berkata:
Ibnu Khuldun tidak faham kaidah ahli hadits “Al-Jarh Muqaddam ‘ala Ta’dil” (Celaan lebih didahulukan daripada pujian). Seandainya dia mengetahui dan memahami kaidah tersebut, niscaya dia tidak akan berucap seperti ini. Atau mungkin dia tahu tetapi sengaja melemahkan hadits-hadits tentang Al-Mahdi karena situasi politik pada masanya”. Kemudian beliau menjelaskan bahwa keterangan Ibnu Khuldun banyak memuat kesalahan[14]”. [15]
Syaikh Al-Albani rahimahullah juga berkata:
Ibnu Khuldun telah melakukan kesalahan yang amat fatal tatkala melemahkan kebanyakan hadits-hadits tentang Mahdi. Hal itu tak aneh, karena memang ilmu hadits bukanlah bidangnya”. [16]
Kedua: Sekalipun Ibnu Khuldun menilai bahwa kebanyakan hadits tentang Mahdi adalah cacat, tetapi beliau tidak melemahkan semuanya. Perhatikan ucapan beliau usai memaparkannya: “Inilah beberapa hadits yang diriwayatkan oleh para imam tentang kedatangan Al-Mahdi di akhir zaman. Sebagaimana anda lihat sendiri tidak ada yang selamat dari cacat kecuali sedikit atau sedikit sekali”.[17]
Oleh karena itulah Imam Muhammad Nasiruddin Al-Albani berkata dalam Ash-Shahihah4/40: “Barangsiapa menisbatkan pada Ibnu Khuldun bahwa beliau melemahkan seluruh hadits tentang Al-Mahdi, sungguh dia telah berdusta baik lupa maupun sengaja”.[18]
3. Hadits-haditsnya karangan para politisi kelompok Syi’ah dan seluruh sanadnya tak luput dari seorang rawi Syi’ah.
Jawaban: Alasan ini sangat rapuh sekali karena:
Pertama: Menyatakan secara mutlak seperti itu tidak benar dan hanya dugaan semata yang tidak ada buktinya karena empat hadits yang telah saya sebutkan di atas, tak ada seorang rawi-pun dalam sanadnya yang dikenal termasuk golongan Syi’ah. Benar, memang ada beberapa hadits tentang Mahdi yang dikarang oleh Syi’ah tetapi para ahli hadits telah menjelaskan secara detail dan terperinci tentangnya sehingga dapat terbedakan. “Adanya hadits-hadits tentang Mahdi yang palsu karena karangan politisi Syi’ah atau sejenisnya tidaklah berarti kita mengingkari hadits shahih tentang Mahdi” sebagaimana dikatakan oleh Ustadz Muhammad Hidhir Husain (Syaikh Al-Azhar dahulu).
Kedua: Taruhlah memang semua hadits tentang Al-Mahdi tak luput dari rawi Syi’ah[19], maka hal itu tidaklah merusak keabsahan hadits karena perselisihan madzhab bukanlah syarat absahnya suatu hadits sebagaimana diterangkan dalam kitab-kitab mustholah hadits. Oleh karenanya, Imam Bukhari dan Muslim juga meriwayatkan dalam kitab shahihnya dari beberapa rawi Syi’ah dan kelompok-kelompok lainnya.[20]
4. Haditsnya tidak diriwayatkan Imam Bukhari Muslim
Jawaban:
Pertama: Apakah hadits-hadits shahih hanya terhimpun dalam Shahih Bukhari dan Muslim saja?!! Tak ada satupun ulama yang mengatakan demikian, karena banyak juga hadits-hadits shahih yang terhimpun dalam kitab-kitab Sunan, Musnad, Mu’jam dan ensiklopedi hadits lainnya. Al-Hafizh Ibnu Katsir berkata: “Sesunggunya Bukhari dan Muslim tidaklah mengeluarkan seluruh hadits shahih dalam kitabnya. Buktinya keduanya telah menshahihkan beberapa hadits dalam selain kitab shahihnya tersebut sebagaimana Tirmidzi dan lainnya menukil dari Bukhari bahwa beliau menshahihkan beberapa hadits yang tidak ada dalam kitab shahihnya, tetapi dalam kitab sunan”. [21]
Kedua: Sebenarnya dalam Shahih Bukhari Muslim ada beberapa hadits yang memberikan isyarat tentang Al-Mahdi seperti:
عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رضي الله عنه قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم: كَيْفَ أَنْتُمْ إِذَا نَزَلَ ابْنُ مَرْيَمَ فِيْكُمْ وَإِمَامُكُمْ مِنْكُمْ؟!
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda: “Bagaimana kalian apabila Isa bin Maryam turun pada kalian dan imam kalian dari kalian?!”. [22]
عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللهِ رضي الله عنه قَالَ: سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه و سلم يَقُوْلُ: لاَ تَزَالُ طَائِفَةٌ مِنْ أُمَّتِيْ يُقَاتِلُوْنَ عَلَى الْحَقِّ ظَاهِرِيْنَ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ. قَالَ: فَيَنْزِلُ عِيْسَى ابْنُ مَرْيَمَ فَيَقُوْلُ أَمِيْرُهُمْ: تَعَالَ صَلِّ لَنَا. فَيَقُوْلُ: لاَ, إِنَّ بَعْضَكُمْ عَلَى بَعْضٍ أُمَرَاءُ, تَكْرِمَةُ اللهِ عَلَى هَذِهِ الأُمَّةِ
Dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhu berkata: Saya mendengar Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Akan senantiasa ada sekelompok dari umatku yang berperang di atas al-haq dan tegar (menang) hingga hari kiamat. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Maka Isa bin Maryam turun, lalu amir mereka mengatakan: Ayo, majulah menjadi imam shalat kami. Isa menjawab: Tidak, sesungguhnya sebagian kalian adalah pemimpin pada sebagian lainnya, kemulian Allah atas umat ini”.[23]
Al-Allamah Shiddiq Hasan Khan rahimahullah setelah membawakan beberapa hadits yang banyak sekali dalam kitabnya Al-Idha’ah hal. 144, beliau mengakhirinya dengan hadits Jabir di atas lalu berkomentar: “Memang benar dalam hadits ini tidak ada kata “Al-Mahdi” secara jelas, namun tidak ada maksud lain dari hadits ini dan hadits-hadits sejenisnya melainkan adalah Al-Mahdi yang dinanti-nanti sebagaimana dijelaskan dalam beberapa hadits dan atsar yang banyak sekali”.
Hal tersebut karena “hadits itu saling menafsirkan satu sama lainnya”. Diantara hadits yang menjelaskannya adalah sebagai berikut:
عَنْ جَابِرٍ رضي الله عنه قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم: يَنْزِلُ عِيْسَى ابْنُ مَرْيَمَ فَيَقُوْلُ أَمِيْرُهُمْ الْمَهْدِيْ: تَعَالَ صَلِّ لَنَا. فَيَقُوْلُ: لاَ, إِنَّ بَعْضَهُمْ أَمِيْرُ بَعْضٍ, تَكْرِمَةُ اللهِ هَذِهِ الأُمَّةَ
Dari Jabir radhiyallahu ‘anhu berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda: “Tatkala Isa bin Maryam turun, amir mereka Al-Mahdi mengatakan: Kemarilah, imami kami dalam shalat. Isa menjawab: Tidak, sesungguhnya sebagian mereka adalah pemimpin atas lainnya, kemulian Allah pada umat ini”. [24]
5. Haditsnya saling bertentangan
Jawaban:
Anggapan ini tertolak karena Ta’arudh (kontradiksi) antara hadits barulah dianggap kalau memang haditsnya sama-sama shahih, tetapi kalau yang satu shahih dan satunya dha’if maka jelas tidak dianggap sebagaimana diketahui oleh setiap orang yang belajar ilmu hadits. Sebagai contoh hadits dari Ummu Salamah di atas: “Al-Mahdi adalah dari keturunanku dari anak keturunan Fathimah”. Dengan hadits Utsman bin Affan secara marfu’:
الْمَهْدِيْ مِنْ وَلَدِ الْعَبَّاسِ عَمِّيْ
Al-Mahdi dari keturunan anak Abbas, pamanku.
  • Bagaimana bisa dipertentangkan, sedangkan hadits Ummu Salamah sanadnya shahih dengan hadits maudhu’ yang diriwayatkan Imam Daruqutni dalam Al-Afrad no. 26, Ad-Dailami 4/84 dan Ibnu Jauzi dalam Al-Wahiyat: 1431 dan pada sanadnya tedapat rawi bernama Muhammad bin Walid Al-Qurasyi, sedangkan dia pendusta.[25]
  • Jadi anggapan kontradiksi tersebut hanyalah muncul dari hadits-hadits yang tidak shahih tentang Mahdi. Sedangkan hadits-hadits yang shahih, maka tiada kontradiksi sedikitpun.

6. Membendung para pengaku Mahdi yang dusta
Jawaban:
Pertama: Sesungguhnya Imam Mahdi yang dikhabarkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memiliki ciri-ciri yang jelas sebagaimana penjelasan dalam hadits-hadits di atas seperti keluar di akhir zaman, laki-laki, keturunan ahli bait, namanya Muhammad bin Abdullah, berdahi lebar, berhidung mancung, menegakkan agama dan keadilan, dermawan dan shalih, mengimami Isa bin Maryam dalam shalat. Dengan demikian, apabila ada yang mengaku Mahdi sedangkan tidak sesuai dengan ciri-ciri tersebut, maka berarti dia adalah pendusta.
Kedua: Para ulama telah membantah para pengaku Mahdi dusta tersebut[26].  Jadi, benar kami setuju dengan kalian dalam mengingkari para pengaku Mahdi secara dusta sepertiJuhaiman (Saudi Arabia) seperti halnya Mirza Ghulam Ahmad Al-Qadiyani, seorang dajjal India[27] yang mengaku sebagai Nabi Isa lalu mengaku sebagai Nabi. Namun seperti inikah cara kita membendung para pendusta tersebut?!! Apakah kita mengingkari aqidah yang shahih hanya karena adanya pengaku dusta tersebut?!! Kalau demikian caranya, kita akan bertabrakan dengan kaidah kita sendiri. Coba fikirkan, apa kita juga akan mengingkari adanya ilmu dan ulama karena adanya orang-orang bodoh yang mengaku sok berilmu?!! Dan apabila ada sebagian yang mengaku sebagai Tuhan seperti Fir’aun dan Dajjal, apakah cara membendungnya dengan mengingkari adanya Tuhan?!! Tidak, sekali-kali tidak!! Demikian pula kita beriman tentang Imam Mahdi yang hakiki dan mendustakan para pengaku Mahdi yang palsu.

7. Menyebabkan manusia tidak berusaha
Jawaban:
Kami sependapat dengan kalian dalam mengingkari pemahaman keliru dan khurafat Syetan ini, karena tidak ada keterangan sedikitpun dalam hadits-hadits Mahdi yang mengisyaratkan bahwa kejayaan Islam tidak mungkin digapai sebelum datangnya Mahdi. Namun kalau memang ada sebagian kalangan yang berpemaham keliru seperti itu, apakah caranya dengan mengingkari hadits-hadits shahih tentang Mahdi ataukah dengan memahamkan kepada mereka bahwa faham tersebut keliru tanpa mengingkari hadits shahih tentang Mahdi?!! Tak ragu lagi bahwa cara kedua ini yang benar. [28]

Kesimpulan:
Sesungguhnya keyakinan datangnya Imam Mahdi termasuk aqidah yang ditetapkan dalam hadits-hadits mutawatir yang wajib bagi setiap muslim untuk mengimaninya karena hal itu termasuk perkara ghaib[29], sedangkan beriman dengan ghaib adalah sifat orang-orang yang beriman sebagaimana firman Allah:
ذَلِكَ الْكِتَابُ لاَ رَيْبَ ِفيهِ هُدَى لِلْمُتَّقِينَ . الَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِالْغَيْبِ وَيُقِيمُونَ الصَّلاَةَ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ
Kitab (Al-Quraan) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa (yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat, dan menafkahkan sebahagian rezki yang Kami anugerahkan kepada mereka. (QS. Al-Baqarah: 2-3).
Dan tidak ada yang mengingkari aqidah ini kecuali orang yang jahil atau sombong. Saya memohon kepada Allah agar mewafatkan kita dalam beriman terhadapnya serta aqidah-aqidah shahih lainnya.[30]
.
Abu Ubaidah Yusuf As-Sidawi

(abiubaidah.com)
[1] Seperti ditegaskan oleh Ahmad Amin dalam Dhuha Islam 3/24.

[2] ar-Risalah Qusyairiyyah hal. 57, ad-Da’ wa Dawa’ Ibnu Qayyim hal. 155.
[3] Lihat Ash-Shahihah no. 2371.
[4]. Dan orang yang meriwayatkan dari Abu Ash-Shddiq banyak sekali, bahkan Al-Albani mengatakan: “Menurut saya hadits ini mutawatir dari Abu Ash-Shiddiq dari Abu Said Al-Khudri. Dan yang paling shahih adalah dua jalur:
Pertama: Auf bin Abu Jamilah. Riwayat Ahmad 3/36, Ibnu Hibban: 1880, Al-Hakim 4/557 dan Abu Nuaim dalam Al-Hilyah 3/101. Al-Hakim berkata: “Shahih menurut syarat Bukhari Muslim” Dan disetujui Adz-Dzahabi dan memang seperti itu.
Kedua: Sulaiman bin Ubaid. Riwayat Al-Hakim 4/557-558 dan berkata: “Sanadnya shahih”. Dan disetujui Adz-Dzahabi dan Ibnu Khuldun. (Lihat Ash-Shahihah 4/40, 2/328).
[5] Silsilah Adh-Dha’ifah al-Albani 1/181.
[6] Nama lengkapnya adalah Abul Hasan Muhammad bin Husain bin Ibrahim bin Ashim as-Sijistani al-Aaburriy. Beliau adalah ahli hadits besar Sijistan setelah Ibnu Hibban dan murid Imam Ibnu Khuzaimah. (Lihat Siyar 16/299 dan Tadzkirah Huffadz 3/954 oleh adz-Dzahabi). Ucapan beliau ini banyak dinukil dan direstui oleh para ulama seperti Al-Hafizh Ibnu Hajar dalam Fathul Bari 6/493-494, As-Suyuthi dalam Al-Urful Wardi hal. 81, 83, 84, Al-Kattani dalam Nadhmul Mutanatsir hal. 228 dan Al-Albani dalam As-Shahihah 5/372/2293.
[7] Sebagaimana dinukil oleh al-Kattani dalam Nadhmul Mutanatsir hal. 241 dan Al-Azhim Abadi dalam Aunul Ma’bud 11/308.
[8] Sebagaimana dinukil oleh Syaikh Asyraf Abdul Maqshud dalam kitabnya Jinayah Syaikh al-Ghozali Ala Hadits wa Ahlihi hal. 306-308
[9] Diwan Farazdaq 1/418 dan Al-Iidhah fi Ulum Balaghah, Al-Khathib al-Qazwini 1/46. Ini adalah ucapan Farazdaq kepada Jarir bin ‘Athiyah al-Khathafi, keduanya adalah penyair ulung yang saling bersaing dan menjatuhkan sehingga dikumpulkan oleh Abu Ubaidah Ma’mar bin Mutsanna al-Bashri perdebatan mereka dalam kitabnya berjudul Naqaidh Jarir wal Farazdaq, cet Dar Kutub Ilmiyyah. Lihat pula Asy-Syi’ru wa Asyu’ara hal. 309-314 oleh Ibnu Qutaibah.
[10] Lihat Asyrat As-Sa’ah hal. 263 oleh Syaikh Yusuf Al-Waabil, Aqidah Ahli Sunnah wal Atsar fi Al-Mahdi Al-Muntadhar hal. 166-168 oleh Syaikh Abdul Muhsin Al-Abbad dan buku“Menunggu Kedatangan Imam Mahdi, Dajjal, Nabi Isa” oleh Abdul Latif Asyur.
[11] Lihat Asyrat As-Saa’ah hal. 265-266 oleh Syaikh Yusuf al-Wabil dan As-Shahihah 4/42 oleh Al-Albani.
[12] Lihat ash-Shahihah al-Albani 4/42, Al-Adillah wa Syawahid Salim al-Hilali hal. 113)
[13] Aunul Ma’bud 11/243 dan Tuhfatul Ahwadzi 6/402
[14]. Dan Syaikh Ahmad bin Shiddiq Al-Ghumari memiliki kitab yang menjelaskan tentang kesalahan-kesalahan Ibnu Khuldun tentang hadits Mahdi dengan judul “Ar-Raddu Ala Tawahhumi Ibnu Khuldun”. Sebagaimana dalam buku “Menunggu Kedatangan Imam Mahdi, Dajjal, Nabi Isa” oleh Abdul Latif Asyur cet. Darul Nu’man, Kuala Lumpur.
[15] Syarhul Musnad 5/197-198.
[16] Takhrij Ahadits Fadhail Syam: 45 cet. Mkt Al-Ma’arif.
[17] Muqaddimah Tarikh Ibnu Khuldun 1/574.
[18] Lihat pula bantahan menarik  Syaikh Abdul Muhsin al-Abbad dalam risalahnya Aqidah Ahli Sunnah wal Atsar hal. 210-214
[19] Pelu diketahui bahwa Syi’ah dahulu hanya sekedar mengkritk atau melecehkan Utsman bin Affan, Mua’wiyah bin Abu Sufyan, Zubair bin Awam Thalhah dan lain sebagainya tetapi tetap jujur dan bagus hafalannya. (Lihat Mizanul I’tidal 1/118-119 –Biografi Abaan bin Taghlib- oleh Adz-Dzahabi dan Al-Baits Hatsits 1/304 oleh Syaikh Ahmad Syakir).
[20] Lihat Hadyu Saari hal. 459 oleh Ibnu Hajar, Tsamarat Nadhar hal. 86-93 oleh Ash-Shan’ani, Al-Baits Hatsits 1/303 Ahmad Syakir, As-Shahihah no. 396 Al-Albani.
[21] Al-Baits Al-Hatsits 1/106.
[22] HR. Bukhari 2449 Muslim 155.
[23] HR. Muslim 156
[24] HR. Harits bin Abu Usamah dalam Musnadnya. Ibnu Qayyim berkata dalam Al-Manar Al-Munif hal. 147-148: “Sanadnya jayyid (bagus)”. Dan disetujui oleh Syaikh Abdul Muhsin Al-Abbad dalam risalahnya “Al-Mahdi” dan Al-Albani dalam Ash-Shahihah no. 2236).
[25] Silsilah adh-Dhaifah no. 80
[26] Dalam Majalah Buhuts Islamiyyah edisi Rajab 1417 H ada sebuah makalah menarik tentang sejarah para pengaku Mahdi.
[27] Supaya diketahui saja bahwa yang menggelari seperti ini adalah Syaikh Muhammad Nasiruddin Al-Albani. (Lihat Ash-Shahihah 4/252/1683 dan Maqalat Al-Albani hal. 110 oleh Nuruddin Thalib).
[28] Lihat ash-Shahihah 4/42).
[29] Anehnya, dalam Majalah Al-Qudwah edisi 53 Jumadits Tsaniyah 1425 H/2004 M hal. 24-29 mencantumkan sebuah artikel dari Majlis Muthala’ah Dewan Asatidzah Tahdzibul Washiyyah yang menyimpulkan sebuah kesimpulan yang salah fatal, dimana mereka mengatakan: “Semua hadits Mahdi adalah palsu”. “Berita munculnya Imam Mahdi adalah tahayyul dan mempercayainya adalah musyrik”. Hanya kepada Allah-lah kita mengadu atas merajalelanya kajahilan dan kesombongan!! (Lihat Majalah Al Furqon edisi 1/Th. V Rubrik Soal Jawab). Kesimpulan serupa juga dilontarkan oleh Syaikh Abdullah bin Zaid dalam kitabnya La Mahdi Ba’da Isa, yang telah dibantah oleh dua alim besar, Syaikh Humud at-Tuwaijiri dalam kitabnya Al-Ihtijaj bil Atsar ‘ala Man Kadzdzaba al-Mahdi al-Muntadzar, dan Syaikh Abdul Muhsin al-Abbad dalam kitabnya Ar-Radd Ala Man Kadzdzaba bil Ahadits Ash-Shahihah fil Mahdi. Semoga Allah membalas kebaikan beliau berdua.
[30] Majalah At-Tamaddun Al-Islami 22/642-646 sebagaimana dalam Maqalat Al-Albani hal. 110

DbClix


http://www.facebook.com/note.php?note_id=497304083845