Di tengah-tengah sakitnya, Norman Cousins – pendiri psikoneuroimunologi – membaca buku Hans Selye, The Stress of Life. Disitu ditunjukkan bahwa emosi negatif dapat menimbulkan gejala penyakit. Bila emosi negatif membuat orang sakit, pikir Cousins, apakah emosi positif membantu proses penyembuhan. Ia tertarik untuk meneliti sejauhmana keriangan yang dirasakan karena tertawa menyembuhkan pasien.
Sebagai objek eksperimen adalah dirinya sendiri. Pada setiap kesempatan ia memburu dan “menangkap” tertawa. Ia mencatat apa yang dialaminya dengan cermat. Sekarang, misalnya, ia tahu bahwa menonton film lucu selama 30 menit di rumah sakit dapat memberikan kepadanya dua jam tidur lelap tanpa rasa sakit. Ia melakukannya setiap hari. Enam bulan setelah ia mengobati dirinya, dengan mencengangkan para dokternya, ia betul-betul sembuh. Ia menuliskan pengalamannya dalam Anatomy of an Illness. The Healing power of humor kemudian bergema di seluruh Amerika.
Dalam Handsbook of Positive Psychology, Herbert M Lefcourt melaporkan amat terinci tentang efek humor pada kesehatan fisik dan mental: (1) humor sebagai aset positif dalam pemulihan dari sakit, (2) humor sebagai cara koping yang efektif, (3) humor dan fungsi sistem imun, (4) humor dalam mengatasi goncangan fisiologis karena stress, (5) humor sebagai aset positif untuk menghadapi kematian.
Jadi, sekarang ubahlah cara Anda menjenguk saudara atau kawan Anda. Bawalah muka seuri euy, jangan bawa mimik serius. Alih-alih karangan bunga, hadiahkan kepadanya DVD film Mr. Bean. Bukankah tertawa menunjukkan rasa riang (positif) dan menangis rasa sedih (negatif)? Saya jawab benar pada umumnya. Tapi Anda bisa tertawa kecut karena menahan kemarahan dan bisa menangis keras karena luapan kebahagiaan. Di antara ciri orang bahagia ialah adanya emosi positif. Fredrickson menyebutkan empat emosi positif: joy (keceriaan), interest (ketertarikan), contentment (kepuasan), dan cinta.
Telah lama peneliti menemukan betapa besarnya pengaruh cinta pada kesehatan, dan sebaliknya betapa parahnya pengaruh putus cinta pada kesakitan. Kebahagiaan juga membuka dan membangun sumber daya sosial Anda.
Ketika Anda bahagia, Anda tertarik untuk berbagi kebahagiaan dengan orang-orang di sekitar Anda. Anda menjadi ramah dan baik hati. Banyak penelitian menunjukkan bahwa orang yang bahagia umumnya hangat dalam pergaulan, menyayangi dan disayangi, mempercayai dan dipercayai, menyukai dan disukai. Sebaliknya, orang yang menderita cenderung mengasingkan diri, menghindari pergaulan, kaku, sukar dipercaya dan sukar mempercayai.
Konon menurut cerita Kristiani, jika St Francis datang pada suatu tempat, segala jenis binatang berkumpul mengitarinya. Itu karena jiwa St Francis dipenuhi kedamaian dan kebahagiaan. Sebaliknya jika Anda menderita stres berat, segala macam binatang akan menghindar. Tampaknya kalau kamu bete, anakku, nyamukpun tidak akan mengigit kamu.! hehehe.
Saya senang mendengar cerita itu. Saya merasa terpuji, jika saya datang ke rumah orang yang memelihara kucing, saya selalu digelondoti kucing. Orang tua mengatakan bahwa kucing hanya senang menggelondoti orang-orang yang dermawan. Tetapi belakangan saya pikir kucing mendekati saya karena saya bahagia. Saya lebih bangga lagi karena saya merasa menjadi “sufi” seperti St Francis.
Salam Bahagia..!
http://kampoengsufi.wordpress.com/2010/02/25/bahagialah-agar-kita-sehat/
0 comments:
Posting Komentar