“Ajaran Zoroaster merupakan salah satu ajaran (agama) Ilahi.”
Dalil:
Esensi pelbagai ajaran Zoroaster
1. Esensi ajaran Zoroaster
Menurut Gathas[1] ajaran Zoroaster seratus persen adalah ajaran monotheisme. Ghalibnya, para peniliti Zoroaster, tatkala mengkaji Gathas mereka menemukan bahwa Zoroaster berbicara tentang tauhid murni. Pelbagai legenda yang ternodai dengan kemusyrikan belakangan muncul. Pada Avesta belakangan dan Mani kontaminasi syirik ini muncul.
Sejatinya, para pengikut Zoroaster mengganti ajaran tauhid yang agung itu sebagaimana agama Kristen yang menerima beberapa tuhan. Dapat diambil kesimpulan bahwa ajaran Gathas pandangan ini mendapatkan validitasnya tentang ajaran tauhid. Akan tetapi pada kitab Avesta, kitab suci para penganut agama Zoroaster, tanda-tanda politheisme muncul dan termasuk ruh tuhan mandiri.[2] Dengan demikian, ajaran yang kita sandarkan kepada Zoroaster adalah ajaran yang telah mengalami penyimpangan dan telah jauh dari ajaran-ajaran pertama pembawanya.
2. Ajaran-ajaran keyakinan Zoroaster
a. Tuhan dalam ajaran Zoroaster: Tuhan dalam pandangan Gathas adalah Tuhan yang Esa dan Pencipta seluruh semesta. Sosok Pencipta yang tidak terangkum oleh ikatan ruang dan waktu serta tidak bergantung pada satu kaum. Tuhan, dalam Gathas, diperkenalkan sebagai Ilmu Mutlak, Pencipta seluruh fenomena, Agung, Pengasih, Adil, Berkuasa atas segala sesuatu. Dengan kesimpulan sedemikian maka tidak tersisa ruang bagi berhala, patung dan tuhan rangking kedua.[3] Yang patut diperhatikan adalah bahwa dalam Gathas, Zoroaster As dipuji sebagai sosok nabi Ilahi dan mengenakan busana tauhid yang berada di puncak seorang monotheis sejati dan memulai ungkapan perasaannya: “Wahai Tuhan Sang Pencipta! Aku menyembah-Mu dengan sepenuh hati. Apakah orang yang melabuhkan perasaannya kepada-Mu bagaimana dapat menyampaikan penghambaan-Nya kepada-Mu? Wahai negeri cinta! Penuhi hatiku dengan kasih-Mu sehingga kami dapat berjalan di atas rel yang benar dan lurus dan terangi hati-hati kami dengan pendaran Cahaya-Mu.”[4]
b. Semesta dalam ajaran Zoroaster: Alam semesta merupakan ciptaan Tuhan. Dialah Penjaga dan Penguasa alam semesta. Alam semesta bergantung sepenuhnya kepada Tuhan, sedemikian sehingga tanpa kehendak dan ilmu-Nya, tiada satu pun fenomena yang akan terjadi. Ahruzmada (Tuhan) menciptakan semesta ini dengan tujuan moral.[5]
c. Manusia dalam ajaran Zoroaster: Agama Zoroaster memandang manusia memiliki kedudukan yang tinggi. Manusia yang suci dan tanpa dosa – berbeda dengan keyakinan Kristen bahwa manusia adalah pendosa semenjak lahirnya – serta merdeka sehingga ia dengan kebebasan itu ia dapat memilih jalan yang baik atau buruk.[6]
d. Kehidupan pasca kematian dalam ajaran Zoroaster: Ajaran Zoroaster sebagaimana ajaran agama lainnya meyakini bahwa ruh manusia tidak akan binasa seiring dengan datangnya kematian. Manusia dengan memperhatikan segala perbuatannya, akan memasuki surga atau neraka.[7] Dalam kitab Gathas terdapat ajaran-ajaran yang berbeda dengan ajaran-ajaran yang termaktub dalam Avesta. Salah satu rukun ajaran ini yang disebut sebagai "Agama lama Zoroaster" atau "pertama."[8] Disebutkan: "Manusia pasca kematian akan melintas Chinvat Peretum; sebuah jembatan yang tidak dapat dilalui oleh para pendosa, dan pada akhirnya orang-orang baik akan memasuki firdaus dan orang-orang buruk akan dilempar ke neraka.[9]
Terkadang juga disebutkan dalam Gathas bahwa akan terdapat sebuah alam setelah kematian.[10]
Penulis Zoroaster kiwari juga memandang keabadian jiwa dan lestarinya manusia setelah kematian, ganjaran segala perbuatan baik dan hukuman segala perbuatan buruk, di surga dan neraka, hari kiamat merupakan asas dan fondasi agama Zoroaster. Bagaimanapun redaksi "melintasi jembatan Chinvat Peretum" boleh jadi dapat disandarkan kepada keyakinan terhadap ma'ad dalam ajaran Zoroaster.
Afirmasi al-Qur’an terkait revelasionalnya ajaran Zoroaster
Al-Qur'an menyebut pengikut Zoroaster sebagai "Majus".[11] Berdasarkan beberapa riwayat yang dinukil dari para Imam Maksum As, Majus, diperkenalkan sebagai pemilik kitab dan merupakan seorang nabi." [12]Riwayat-riwayat yang menjelaskan ajaran-ajaran pertama agama Ilahi Zoroaster As melalui para pengikutnya mengalami penyimpangan. Karena itu, kesimpulan valid dari riwayat-riwayat semata-mata mengisahkan adanya proses penyimpangan dalam ajaran Zoroaster bukan hikayat tentang jenis penyimpangan tersebut.[]
[1].Gatha adalah sekumpulan nyanyian yang terhimpun semenjak 3500 tahun yang lalu dan di dalamnya dijelaskan tentang jalan hidup yang laik dalam bentuk puisi.
[2]. Jalaluddin Asytiyani, Zartusyt, Syarkat-e Sahami Intisyar, cetakan 1381, jil. 6.
[3].Din Syinâsi Tathbiqi, 107. Meski demikian sebagian ulama Zoroaster berupaya dengan takwil filosofis dan gnostis menunjukkan bahwa ajaran dualism Avesta ini adalah ajaran monoteisme dan memandang bahwa kitab suci mereka adalah kitab suci tauhid.
[4].Zartusyt, hal. 133.
[5]. Din Syinâsi Tathbiqi, 109-110.
[6].Ibid, hal. 110.
[7].Ibid, hal. 112.
[8]. Ajaran ini disebutkan dalam enam prinsip dimana poin ini yang dijelaskan adalah prinsip keenam
[9]. Adyân-e Âsyayai, hal. 42 dan 43, yang dinukil dari kitab Sairi dar Adyan-e Zendeh Jahan (non- Islam), Abdurahim Sulaimani Ardistani, hal. 112
[10]. Târikh-e Tamaddun, hal. 246. Din Syinasi Tathbiqi, hal. 112.
[11]. "Sesungguhnya orang-orang beriman, orang-orang Yahudi, orang-orang Shâbi’în (para penyembah bintang), orang-orang Nasrani, orang-orang Majusi, dan orang-orang musyrik, Allah akan memberi keputusan di antara mereka pada hari kiamat. Memisahkan yang hak dari yang batil. Sesungguhnya Allah menyaksikan segala sesuatu." (Qs. Al-Hajj [22]:17) Silahkan lihat, Nasir Makarim Syirazi, Tafsir Nemune, jil. 14., hal. 40. Muhammad Husain Thabathabai, al-Mizan fii Tafsir al-Qur'an.
[12]. Abdu 'Ali al-'Arusi al-Huwaizi, Nur al-Tsaqalain, Rasuli Mahallati, Qum, Matba' al-Hikmah, jil. 3, hal. 475. Al-Hurr al-'Amili, Wasâil al-Syiah, hal. 96; Nasir Makarim Syirazi, Tafsir Nemune, jil. 14, hal. 46, Dar al-Kitab al-Islamiyah, Qom, 1361.
http://indonesia.islamquest.net/QuestionArchive/6056.aspx
Sebagian ahli agama, menggolongkan Zoroartanisme dalam agama-agama profetik, karena Zaratustra diyakini sebagai nabi. Zoroastranisme adalah kaidah kebijaksaaaan dan ajaran moral atau agama yang dicetuskan oleh filsuf Persia kuno Zardusht atau Zoroastra.
Pokok ajaran ini bertumpu pada dualisme ketuhanan. Zoroastrianisme ditandai dengan dualisme antara prinsip kebaikan sebagai manifest Ahura Mazda dan prinsip kejahatan, sebagai simbol Ahriman. Meskipun dalam Gathas (kitab suci Zoroastranisme) ditegaskan keunggulan Ahura Mazda atas Ahriman, namun dalam naskah-naskah yang kemudian, kedua prinsip itu berdiri seimbang. Manusia harus memilih salah satu dari keduanya. Konflik antara yang baik dan yang jahat akan berlangsung sampai akhir hidupnya. Tetapi dualisme ini tidak mencegah kita untuk mengakui monoteisme eksplisit dari Zoroastrianisme.
Bagi Zarathustra, hanya ada satu Tuhan, yaitu Ahura Mazda, dan prinsip atau sumber kejahatan, yaitu Ahriman, bukanlah dewa, melainkan pengingkaran Tuhan (dalam bahasa Islam disebut dengan Thaghut)..
Dalam konteks politeis agama tradisional orang-orang Iran, Zoroastra mengajarkan kepercayaan dan pemujian pada satu Tuhan, yaitu Ahura Mazda, “Tuhan yang bijaksana”.
Ia terbentuk secara penuh sebagai sebuah agama pada abad ke-7 SM. Sebagaimana agama-agama lain ia mempunyai ide eskatologis mengenai hari akhir, balas jasa di dunia lain, pengadilan terakhir, kebangkitan orang mati dan munculnya seorang penyelamat masa depan yang dilahirkan dari seorang perawan.
Hampir setiap orang memastikan bahwa bahwa Zoroastrianisme menyembah api. Tapi, mungkin kita salah memahaminya. Api, dalam keyakinan Zoroastrianisme, bukanlah sekedar benda menyala-nyala yang panas dan membakar itu. Api dimana saja, di mata zoroastrianis, sangatlah terhormat. Hingga sekarang, dalam setiap pesta, upacara dan acara besar kaum zoroastrianis, api selalu ada.
Api dalam avista adalah tenaga aktif dan sumber kehidupan, dan memiliki bermacam bentuk namun semuanya mengekspresikan satu entitas. Dalam Yesna, api terbagi lima; Api Berez-Savangh; Api Vohu-Fryana; Api Urvazista; Api Vazista; Api Spestista
Api pertama diterjemahkan dalam bahasa Persi Pahlaevi (kuno) dengan Boland-sut, dan dalam Persia modern dengan Boland Sud. Api ini diyakini berada di langit. Dari api inilah, entitas-entitas ideal alam diciptakan.
Api kedua kedua diduga kuat berarti ‘kebaikan dan cinta’ atau ‘kebaikan yang memiliki cinta’. Ia diyakini sebagai api yang ada dalam diri manusia sehingga membuatnya hangat dan bergerak.
Api ketiga diartikan sebagai api kebahagiaan. Ia api dalam tumbuh-tumbuhan, benih dan biji-bijian. Ia adalah api yang menyebabkan pertumbuhan, kematangan dan perkembangan.
Api keempat adalah api yang ada di setiap langit dan selalu bergerak di udara. Ia adalah api yang menciptakan kesemian, keindahan kebersihan, kemekaran dan panen, karena menyebabkan turunnya hujan.
Api kelima yang berarti ‘paling suci’ dan paling kudus’. Ia adalah api yang berada di singgasana tinggi, di sisi Ahura Mazda.
http://www.muhsinlabib.com/kajian/zoroastrianisme-samawikah
0 comments:
Posting Komentar