Para ahli kedokteran dan peneliti keagamaan, kini sedang berusaha keras membuktikan, bahwa berdoa memiliki dampak besar bagi penyembuhan. Sejak tahun 1995 para pakar terkemuka dari Universitas Harvard, setiap musim dingin secara rutin mengadakan konferensi bertema "Spritualitas dan Penyembuhan". Sejauh ini sudah terdapat 1.200 laporan penelitian mengenai kepercayaan kepada Tuhan dan kesehatan. Kesimpulan sementara yang ditarik, berdoa secara teratur ternyata meningkatkan mutu kesehatan dan mempercepat penyembuhan. Mereka yang secara teratur berdoa dan sembahyang, lebih jarang terserang penyakit kanker, serangan jantung dan tekanan darah tinggi.
Tentu saja tesis ini harus dibuktikan lebih jauh lagi. Sebab selain peneliti yang pro ada juga yang kontra pendapat tsb. Namun penelitian jangka panjang di California menunjukan, mereka yang taat beribadah hidup rata-rata tujuh tahun lebih panjang. Prof. Harold Koenig pendiri pusat pengkajian religiositas dan kesehatan di Universitas Duke di North Carolina AS, mengatakan sebetulnya fenomena itu dapat diterangkan secara ilmiah. Barangsiapa menerima penuh Tuhan sebagai pengendali nasibnya, akan merasa lebih tenang dan tidak dikejar stress. Juga di kelompok gereja atau rumah ibadah lainnya merasa diterima dan terikat secara sosial.
Dengan perasaan semacam itu, pemeluk agama yang taat akan menjauhkan diri dari alkohol, narkotika, menghindarkan praktek seksual yang menyimpang serta tindak kejahatan yang merusak kesehatan. Perilaku ini saja, mampu meningkatkan kualitas kesehatan yang bersangkutan. Jadi tidak ada keajaiban dalam fenomena ini, kata prof. Koenig. Sejumlah Universitas terkemuka di Amerika Serikat, kini berlomba-lomba melakukan penelitian mengenai keampuhan berdoa ini. Memang sejauh ini hampir seluruh penelitian dilaporkan menunjukan hasil positif.
Penelitian selanjutnya menunjukan, bukan hanya mereka yang taat beragama, akan tetapi juga mereka yang didoakan, mendapat berkah dari doa. Pada tahun 1988 dokter Randolph Byrd melakukan penelitian di San Fransisco, dengan melibatkan 393 responden pasien penyakit jantung. Byrd membagi dua kelompok percobaan secara acak. Kemudian kepada perhimpunan Kristen setempat, Byrd meminta agar salah satu kelompok pasiennya didoakan. Sementara kelompok lainnya bertindak sebagai pembanding. Tim peneliti, tidak tahu kelompok mana yang didoakan.
Ternyata menurut Byrd, kelompok pasien yang didoakan, lebih sedikit terkena serangan jantung dan lebih sedikit membutuhkan anti-biotika. Tentu saja hasil penelitian ini menggegerkan kalangan kedokteran. Banyak yang mempertanyakan keabsahan ilmiah penelitian dokter Byrd tsb. Sebelas tahun kemudian, tim ahli kedokteran dipimpin Dr. William Harris melakukan penelitian lanjutan sesuai pola penelitian Byrd di rumah sakit Saint Lukes di Kansas. Hasilnya ternyata juga serupa. Paralel dengan itu, para peneliti lainnya melaporkan, bahwa terapi berdoa ternyata juga meringankan penderitaan pasien Rematik, serta menghindarkan terus menurunnya kondisi kesehatan penderita AIDS.
Menanggapi hasil penelitian tsb, tentu saja ada ahli ilmu pengetahuan yang kontra. Profesor Richard Sloan pakar psikiatri dari Universitas Columbia mengatakan, hasil penelitian mengenai keampuhan doa kurang meyakinkan. Kritik utama Sloan adalah, penilaian dampak penelitian, ditetapkan secara subyektif. Padahal kenyataanya, baik dalam penelitian Byrd di San Fransisco maupun penelitian lanjutan di Kansas, tidak ada kelompok pasien yang didoakan, pulang dan sembuh lebih cepat dari pasien di kelompok pembanding.
Juga dari kelompok keagamaan, muncul pendapat yang menentang penelitian ilmiah mengenai keampuhan doa. Banyak pastor yang skeptis, dan menyebutkan penelitian tsb ibaratnya menempatkan Tuhan sebagai obyek ujicoba. Juga para ahli yang melakukan penelitian ilmiah, jarang yang bersedia melaporkan hasil penelitiannya secara resmi. Sedikit sekali terdapat laporan tertulis menyangkut tema dampak doa bagi penyembuhan. Dr.Harris sendiri, yang memimpin penelitian lanjutan dari Byrd dengan jujur mengatakan, tidak mengetahui mekanisme apa yang bekerja dalam fenomena ini.
Tentu saja pernyataan Byrd ini menjadi senjata bagi kelompok pengritik. Dipertanyakan, apakah dapat dilakukan ujicoba yang dapat dipercaya, untuk persoalan yang tidak dimengerti? Jelas tidak bisa. Prof. Koenig yang menjadi ketua pusat pengkajian religiositas dan kesehatan juga mengakui, sulit meneliti fenomena gaib semacam itu. Penelitian dampak doa menjadi tidak masuk akal, karena metode ilmiah dikembangkan untuk menjelaskan fenomena natural. Juga tantangan di bidang penelitian doa amat kompleks.
Misalnya dipertanyakan, berapa dosis doa yang tepat? Apakah cukup dua menit sehari, atau harus minimal 15 menit? Apakah doa harus diucapkan keras-keras atau dengan cara bergumam saja? Apakah hanya Tuhan agama Kristen yang memiliki kemampuan menyembuhkan, sementara Tuhan agama lain tidak? Koenig juga mengakui mujizat Tuhan tidak dapat diteliti. Namun ia juga menganjurkan agar kita berpandangan positif. Jika doa dapat meringankan penderitaan, mengapa kita tidak berdoa saja? Jika pasien memandang doa itu penting, maka dokter juga harus memandangnya penting.
sumber: DW-WORLD.DE; http://www.islamuda.com/?imud=rubrik&menu=komentar&kategori=9&id=253
0 comments:
Posting Komentar