Kamis, 19 November 2009
Taman-taman di Dunia Islam
Di era kegemilangan Islam, taman menjadi tempat kegiatan ilmiah dan rekreasi.
''Generasi Muslim awal merupakan perintis pembuatan taman-taman botani dan pengumpul tanaman.'' Ini merupakan kutipan dari A Watson dalam karyanya, Agricultural Innovation in the Early Islamic World, yang diterbitkan Cambridge University Press, 1983, hlm 117-118.
Sejak awal, bayangan keindahan taman telah melahirkan inspirasi bagi umat Islam. Tak hanya memantik pembuatan taman-taman yang indah dan hijau. Tapi, juga melahirkan berlembar-lembar karya puisi, yang masuk dalam sebuah genre puisi tersendiri.
Maka, resapilah rawdiya atau puisi tentang taman. Dalam puisi itu, tertulis goresan kalimat indah yang menggambarkan keindahan dan keteduhan taman. Diperkirakan, perkembangan awal puisi ini berasal dari Persia.
Pada masa selanjutnya, ini menjadi salah satu bentuk utama puisi pada masa pemerintahan Abbasiyah pada abad kedelapan hingga ke-10. Dalam puisi jenis ini, para penggubah puisi menggambarkan keteduhan, rimbun dedaunan, aroma menyegarkan, dan gemiricik air di taman.
Pada abad kesembilan, genre puisi ini hadir di Spanyol dan mencapai puncak perkembangannya di sana pada abad ke-11. Ini kemudian melahirkan kesimpulan bahwa puisi yang menggambarkan keindahan taman mendominasi semua tema puisi Arabigo-Andalus, pada saat itu.
Dan, puisi-puisi itu bukanlah serangkaian kalimat kosong. Puisi tersebut memiliki kaitan dengan realita. Para penyair memang telah menikmati indahnya pemandangan sebuah taman, kemudian meresap dalam benaknya dan dituangkan dalam bait-bait puisi.
Sebab, pada kenyataannya, sejak awal berkembangnya peradaban Islam, umat Islam sudah membangun taman-taman indah. Kota-kota Islam sarat dengan yang luas dan besar. Maka, lihat saja Basra, Irak, sebagai contohnya.
Setiap kilometer di wilayah Basra, terdapat banyak taman dan kanal yang indah. Mengutip keterangan di laman Muslimheritage, Kota Nisbin, Mesopotamia, terhampar 40 ribu taman buah. Sedangkan Damaskus, Suriah, memiliki 110 ribu taman.
Bahkan, di Al-Fustat (Kairo lama), terdapat ribuan taman pribadi. Taman-taman yang indah, juga terdapat di Afrika Utara, seperti di kota-kota di Tunisia, Aljazair, Tlemcen, dan Marakesh. Tempat-tempat itu kini tak sehijau masa lampau.
Di wilayah Islam di Spanyol, taman juga berserak. Berderet taman terdapat di Sevilla, Cordoba, dan Valencia. Wewangian tercium dari taman-taman tersebut. Tak heran jika kemudian muncul sebutan botol wewangian Andalusia.
Para penguasa Islam juga membangun tamannya sendiri. Ada taman al-Mu'tasim di Samarra, taman para amir Aghlabid di Tunisia yang terletak di dekat Qairawan, dan taman yang dibangun Hafsid, salah satu penguasa di Tunisia.
Selain itu, ada pula taman yang mengelilingi istana kerajaan di Fez dan Marakehs. Pun, ada kebun raya yang dibangun `Abd al-Rahman, salah satu khalifah Dinasti Umayyah di Spanyol. Ada pula taman-taman Raja Taifa di Spanyol dan taman yang dibangun Dinasti Timurid di Tabriz.
Ada taman lebih besar dan dikerjakan dengan teknik lebih tinggi, yaitu di Khumarawaih, yang dibangun penguasa Tulunid di Mesir pada akhir abad kesembilan. Taman yang megah tersebut dibangun dengan gaya Persia.
Keindahan taman ini terdapat pada banyaknya pohon kelapa yang batang-batangnya tertutup dengan emas, lalu di balik tutup emas tersebut terdapat pipa yang membawa air dari sisi pepohonan dan disemprotkan keluar menuju kolam renang.
Di taman para penguasa tersebut, penuh dengan berbagai macam tanaman langka dan eksotis. Abd al-Rahman, salah satu penguasa Dinasti Umayyah sangat mencintai bunga dan tanaman. Dia mengumpulkan berbagai macam tanaman langka dari setiap bagian dunia di tamannya.
Rahman juga sering mengirim orang-orangnya ke Suriah dan negara-negara lain untuk pengadaan dan mencari bibit tanaman baru. Sebuah jenis delima baru diperkenalkan ke Spanyol melalui tamannya. Selain delima, dia juga memperkenalkan pohon kurma ke Spanyol.
Bahkan, pada abad ke-10, taman kerajaan di Cordoba telah menjadi kebun raya yang digunakan untuk eksperimen pengembangan tanaman dengan biji, stek, dan akar. Taman yang ada di Spanyol dan tempat lain juga menjadi tempat untuk kegiatan ilmiah serta rekreasi.
Sebuah manuskrip geografi mengungkapkan, Al-Mu'tasim, seorang Raja Taifa, menanam banyak tanaman langka di kebunnya di Almeira. Dia menanam pisang dan tebu. Di taman Dinasti Timurid di Tabriz, banyak pohon buah-buahan langka berasal dari India, Cina, Malaysia, dan Asia Tengah.
Keberadaan taman juga membutuhkan pemeliharaan serta ahli untuk mengurus tanaman yang ada di taman tersebut. Maka kemudian, lahirlah banyak ahli botani. Pada abad ke-13, Raja Kanem dari Afrika melakukan eksperimen dengan tebu yang tumbuh di tamannya.
Sejumlah Sultan Yaman pada abad ke-14 juga tertarik dengan penelitian botani dan pertanian. Salah satu sultan tersebut menulis sebuah risalah tentang tumbuhan dan pertanian, sementara sultan yang lain mengimpor tanaman eksotis yang disebut padi di lembah Zabid.
Sementara, taman yang dimiliki oleh Raja Il-Khan, salah satu penguasa Dinasti Timurid, dipercayakan kepada seorang ahli botani yang berasal dari Persia yang menulis sebuah buku tentang mencangkok pohon buah-buahan.
Sedangkan Al-Tignari, seorang ahli agronomi pada abad ke-11 dari Andalusia, yang juga menulis buku berjudul Kitab Zuhra-t al-Bustan-wa Nuzhatul Azan, membuat kebun raya untuk Raja Taifa di Spanyol Islam.
Al-Tignari juga taman untuk Pangeran Almoravid, Murabitun Tamim. Pada abad ke-12, seorang dokter ahli yang juga ahli botani terkemuka, Al Shafran, mengumpulkan berbagai tanaman dari daerah terpencil di Spanyol untuk dikoleksi di taman milik Sultan Almohad di Guadix.
Sedangkan Taman Huerta del Rey di Toledo, dirawat oleh dua ahli agronomi terkemuka di Spanyol, yakni Ibnu Bassal dan Ibn Wafid. Mereka berdua banyak melakukan percobaan pertanian dan menulis buku-buku penting tentang pertanian.
Dengan demikian, taman-taman di dunia Islam abad pertengahan, khususnya taman kerajaan merupakan tempat yang penting. Sebab, taman selain untuk dinikmati keindahannya juga sebagai pusat penelitian dalam bidang botani dan pertanian.
Beberapa abad kemudian, setelah taman menjadi hal biasa di kota-kota di dunia Islam, Eropa juga mulai memiliki taman dan kebun raya yang memiliki fungsi sama dengan yang dimiliki di dunia Islam. ed:ferry
Menilik Taman Abbasiyah
Taman berkembang pesat di masa Islam. Salah satunya di masa kekuasaan Dinasti Abbasiyah. Saat itu, taman merupakan hal baru yang kemudian dikembangkan dengan nilai artistik Islam. Pengembangan taman di masa itu terkait erat dengan Baghdad dan Samarra.
Taman yang berada di Samarra merupakan taman terpenting kedua Abbasiyah, berjarak 110 km di sebelah utara Baghdad pada 835 Masehi oleh Khalifah al-Mu'tasim. Ilmu tanaman menjadi faktor utama yang memengaruhi gaya pembuatan taman dan kebun pada saat itu.
Namun kemudian, muncul pengaruh Persia. Ini ditandai dengan adanya elemen-elemen pelengkap taman yang berasal dari bahan yang indah, mahal, dan berkilauan. Elemen taman yang indah dan mahal ini banyak terdapat di istana-istana Samarra dan Baghdad.
Al-Mu'tadhid, salah satu penguasa Abbasiyah, membangun istana Al-Thurayya yang dikelilingi taman indah. Di tengah-tengah taman, dibuat danau dalam ukuran yang sangat besar. Airnya berasal dari Sungai Musa yang ada di sebelah timur dan Tigris yang ada di barat istana.
Pada abad kesembilan, seorang putra Sultan Harun Al-Rasyid yang bernama Al Mu'tasim mendirikan ibu kota Abbasiyah kedua di Samarra. Bahkan, seorang ahli geografi yang bernama al-Ya'qubi menulis, Kota Samarra lebih indah dan megah daripada Kota Baghdad.
Al Ya'qubi mengungkapkan, seluruh tanah di Samarra diubah oleh Al-Mu'tasim menjadi taman-taman yang indah dan mewah. Dalam setiap taman, terdapat sebuah istana yang dilengkapi dengan aula, kolam, dan taman bermain untuk berkuda dan untuk bermain polo.
Putra Al Mu'tasim, Al-Mutawakkil, dikenal sangat menyukai mawar. Ia memiliki kemampuan yang melampaui ayahnya dalam pembuatan taman. Menurut sejumlah data arkeologi dan sastra, salah satu dari 17 istana Al-Mutawakkil yang disebut al-Jawsaq al-Khaqani memiliki luas sebesar 432 hektare.
Istana tersebut terdiri atas taman-taman dengan paviliun, aula, dan kolam, di mana seluruh kompleksnya dikelilingi oleh dinding. Untuk memelihara berbagai taman yang indah, para penguasa Abbasiyah membangun sistem irigasi yang luas.
Irigasi ini bertujuan untuk membawa air sungai dan membuat noria atau kincir air agar dapat memompa air guna mengairi setiap taman dan kolam di kota. Al-Mutawakkil juga memerintahkan pembangunan kebun binatang di Samarra, bernama Hair al-Wuhush, yang ada di wilayah selatan.
Kebun binatang itu dihuni dua ribu jenis binatang yang berbeda, baik yang liar maupun yang jinak. Taman juga dibuat dalam kebun binatang itu. Taman tersebut berisi pohon dan semak yang didatangkan dari luar negeri. meta ed:ferry
Dyah Ratna Meta Novi
http://republika.co.id/koran/36
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 comments:
Posting Komentar