Senin, 07 Desember 2009
Al-Zahrawi, Merekatkan Tulang dengan Gips
Oleh Dyah Ratna Meta Novi
Kitab Tasrif menjadi karya terbesar Al-Zahrawi dalam bidang pengobatan.
Pengobatan, bukan hal asing bagi Abu Al-Zahrawi. Dalam bidang ini, ahli kedokteran Muslim kelahiran Al-Zahra, Kordoba, Andalusia, itu menorehkan prestasi gemilang. Tak hanya dikenal sebagai ahli bedah, ia pun menemukan berbagai cara baru dalam pengobatan.
Salah satu teknik pengobatan yang ia temukan adalah penggunaan gips untuk penderita geser atau patah tulang. Penggunaan gips bertujuan agar tulang yang patah dan mengalami pergeseran bisa tersambung kembali seperti semula. Tulang itu digips atau dibalut semacam semen.
Dalam buku Histografi Islam Kontemporer karya cendekiawan Muslim, Azyumardi Azra, dijelaskan bahwa Al-Zahrawi menuliskan teknik pengobatan gips tersebut dalam risalahnya tentang pengobatan. Ia pun menjelaskan bagaimana melakukan pengobatan tersebut.
Menurut Al-Zahrawi, jika terdapat tulang yang bergeser, tulang tersebut harus ditarik supaya kembali ke tempatnya semula. Untuk mengatasi masalah yang lebih serius, seperti patah tulang, harus digips.
Dalam risalahnya itu, Al-Zahrawi menyatakan pula, untuk menarik tulang lengan yang bergeser, ia menganjurkan seorang dokter yang akan melakukan pengobatan meminta bantuan dari dua orang asisten. Keduanya, bertugas memegangi pasien dari tarikan.
Lalu, lengan harus diputar ke segala arah setelah lengan yang koyak dibalut dengan balutan kain panjang. Sebelum dokter memutar tulang sendi pasien, jelas Al-Zahrawi, dokter itu harus mengoleskan salep berminyak ke tangannya.
Hal itu, juga harus dilakukan para asisten yang ikut membantunya dalam proses penarikan. Setelah itu, dokter menggerakkan tulang sendi pasien dan mendorong tulang tersebut hingga kembali ke tempatnya semula. Jika itu sudah terjadi, dokter harus melekatkan gips.
Tentu, gips dilekatkan pada bagian tubuh yang tulangnya tadi sudah dikembalikan. Gips itu, mengandung obat penahan darah dan memiliki kemampuan menyerap. Lalu, gips diolesi putih telur serta dibalut perban secara ketat.
Hal lain yang perlu dilakukan adalah mengikatkan perban ke lengan yang digantungkan ke leher. Ini dilakukan selama beberapa hari. Langkah tersebut bertujuan untuk mencegah rasa sakit pada lengan, sebab lengan masih dalam kondisi lemah.
Bila lengan telah kuat dan membaik, gantungan lengan ke leher dilepaskan. Saat tulang yang bergeser telah normal, balutan termasuk gips bisa dilepaskan. Bila posisi tulang belum normal, gips dan perban yang sudah dipakai beberapa hari itu mesti dilepas.
Setelah itu, balutan dan gips pasien diganti dengan yang baru. Dalam beberapa hari kemudian, gips baru bisa dilepas saat tulang yang bergeser itu telah benar-benar kembali ke tempatnya. Gips, hanyalah salah satu teknik pengobatan yang diperkenalkan Al-Zahrawi.
Sejumlah cara pengobatan yang ia lakukan, ia tuliskan dalam sebuah buku yang berjudul Kitab at-Tasrif li Man Ajiza an at-Talif. Sejumlah kalangan menilai, buku ini menunjukkan karya terbesar Al-Zahrawi dalam bidang pengobatan.
Tak heran, jika buku ini sangat terkenal dan menarik perhatian banyak kalangan yang berkecimpung dalam bidang pengobatan. Buku ini pun diterjemahkan dalam sejumlah bahasa. Salah satu terjemahannya, Liber Liber Theoricae nec non Practicae Alsaharavii, diterbitkan pada 1519.
Buku Al-Zahrawi, juga diterjemahkan ke dalam bahasa Ibrani dan Latin oleh Simone di Genova dan Abraham Indaeus pada abad ke-13. Tak hanya itu, salinan buku itu diterbitkan pula di Venice pada 1471, berjudul Liber Servitoris.
Penerjemahan ini membuat buku karya Al-Zahrawi kian dikenal di Eropa. Bahkan, buku itu menjadi rujukan dalam ilmu kedokteran. Lima abad setelah ia meninggal dunia, bukunya masih menjadi rujukan bagi para mahasiswa yang mendalami ilmu pengobatan.
Menurut laman Muslimheritage, semua penulis Eropa yang menulis buku tentang pembedahan, khususnya pada abad ke-12 hingga abad ke-16, merujuk pada buku karya Al-Zahrawi itu. Termasuk, Roger of Salerno (1180), Guglielmo Salicefte (I201-1277), dan Lanfranchi.
Ada pula Henri de Mondeville (1260-1320), Mondinus of Bologna (1275-1326), Bruno of Calabria (1352), Guy de Chaulliac (1300-1368), Valescus of Taranta (1382-1417), Nicholas of Florence, dan Leonardo da Bertapagatie of Padua yang meninggal pada 1460.
Buku ini merupakan sebuah ensiklopedia tentang pengobatan dan bedah, yang terdiri atas 30 volume. Pada volume ke-30, Al-Zahrawi mengungkapkan semua pengetahuannya dalam ilmu bedah yang selama ini ia kuasai.
Sejumlah sejarawan menyatakan, volume ke-30 dari buku Al-Zahrawi itu merupakan gambaran yang sangat rasional dan lengkap dalam pembedahan. Sebab, dalam bukunya itu, Al-Zahrawi menerangkan secara perinci alat bedah dan cara melakukan pembedahan.
Dalam buku setebal 1.500 halaman itu, Al-Zahrawi juga menyertakan sekitar 200 gambar peralatan bedah. Ia pun menjelaskan satu per satu kegunaan dari alat bedah tersebut, yang digunakan sesuai dengan kasus yang dihadapi oleh para dokter dalam pembedahan. ed:ferry
Jejak Al-Zahrawi
Al-Zahrawi dikenal dengan beberapa nama. Nama panjang ahli pengobatan Muslim ini adalah Zahrawi Abui-Qasim Khalaf bin Abbas. Namun, ia lebih dikenal dengan nama Al-Zahrawi atau Albucasis. Ia mejadi salah satu ilmuwan Muslim awal yang menguasai bidang pengobatan.
Al-Zahrawi lahir di Kota Al-Zahra, Kordoba, pada 936 dan meninggal pada 1013. Ia berasal dari Arabia yang kemudian pindah ke Spanyol. Kitab Tasrif yang menjadi karya fenomenalnya merupakan hasil pemikiran dari pengalaman dan praktiknya selama 50 tahun.
Ayah Al-Zahrawi merupakan seorang penguasa kedelapan dari Bani Umayyah di Andalusia yang bernama Abbas. Al-Zahrawi tak hanya dikenal sebagai dokter yang memiliki kemampuan tinggi, ia juga dikenal sebagai Muslim yang sangat taat.
Seorang penulis dari Perpustakaan Viliyuddin, Istanbul, Turki, mengungkapkan, Al-Zahrawi hidup bagaikan seorang sufi. Al-Zahrawi juga sering melakukan pengobatan pada pasiennya secara cuma-cuma. Ia tak menarik imbalan apa pun.
Al-Zahrawi berangggapan bahwa melakukan pengobatan pada mereka yang sakit merupakan bagian dari amal ibadah. Ia dikenal pula sebagai seorang yang pemurah dan berakhlak mulia. Selain membuka praktik, ia juga merupakan dokter pribadi Khalifah Al Hakam II.
Sang Khalifah yang memerintah Kordoba, Andalusia, merupakan putra dari Khalifah Abdurrahman III (An-Nasir). Khalifah Al-Hakam II sendiri berkuasa dari tahun 961 sampai tahun 976. Ia melakukan perdamaian dengan kerajaan Kristen di Iberia Utara.
Lalu, Al-Hakam II menggunakan situasi yang stabil itu untuk mengembangkan pertanian melalui pembangunan irigasi. Ia juga meningkatkan kondisi ekonomi di wilayah kekuasannya melalui perluasan jalan dan pendirian pasar. meta ed:ferry
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 comments:
Posting Komentar