Rabu, 23 Desember 2009
Ali Ibnu Ridwan Mengungkap Supernova
Dyah Ratna Meta Novi
Karya Ibnu Ridwan, menjadi acuan menemukan titik terang soal Supernova 1006.
Sinar terang menyelimuti langit Kairo, Mesir. Seorang pemuda belia berumur 18 tahun, Ali Ibnu Ridwan, menyaksikan peristiwa besar itu. Kelak terungkap, terangnya sinar itu berasal dari sebuah ledakan yang melahirkan bintang baru, dikenal dengan Supernova 1006.
Ibnu Ridwan yang bernama lengkap Abu'l Hasan Ali Ibnu Ridwan Al-Misri, yang merupakan astronom dan juga dokter, pada saat itu baru saja memulai pendidikannya di bidang kedokteran. Ia pun, menunjukkan ketertarikannya pada astrologi dan astronomi.
Ibnu Ridwan melihat supernova itu pada malam hari, tepatnya pada 17 Syaban 396 H atau 30 April 1006. Lalu, ia menuangkan apa yang ia saksikan dan amati itu dalam salah satu bagian karyanya yang merupakan komentar atas Tertrabiblos karya Ptolemeus.
Lalu, penjelasan Ibnu Ridwan mengenai Supernova 1006 ini, banyak dikutip penulis Eropa. Mereka menyebut Ibnu Ridwan, dengan panggilan Haly atau Haly Abenrudian. Sejarawan dan astronom memburu manuskrip karyanya untuk mengetahui secara pasti apa yang terjadi pada 1006 itu.
Melalui uraian dalam karya Ibnu Ridwan itu, astronom modern mampu dengan jelas menggambarkan apa yang terjadi pada saat itu. Dari sejumlah sumber, supernova tersebut tak hanya muncul di Kairo, tetapi juga di sebelah utara biara Sankt Galle, Swiss.
Menurut laman Muslimheritage, tak ada peneliti yang memberikan gambaran seilmiah yang dilakukan Ibnu Ridwan. Menurut Ibnu Ridwan, supernova itu muncul pada tanda zodiak Scorpio, yang berseberangan dengan Matahari.
Pada hari itu, Matahari berada 15 derajat di posisi Taurus dan peristiwa tersebut mewujud pada derajat kelima belas Scorpio. Ibnu Ridwan mengungkapkan, supernova itu seperti lingkaran tubuh yang besar, ukurannya 2,5 hingga 3 kali besar Venus.
Langit, jelas Ibnu Ridwan, terang benderang karena sinarnya. Intensitas sinarnya, seperempat lebih kecil dibandingkan cahaya Bulan dan supernova itu tetap pada tempatnya. Bergerak hari demi hari dengan tanda zodiak yang mengiringinya.
Hingga Matahari berada pada tanda zodiak Virgo, saat sinar terang itu lalu hilang. Ibnu Ridwan juga menjelaskan secara perinci mengenai posisi Matahari, Bulan, dan planet lainnya hingga pada derajat dan menit pada setiap sektor zodiak saat pertama kali bintang itu muncul.
Catatan yang akurat mengenai posisi planet yang ada di dalam karya Ibnu Ridwan ini, membantu astronom modern untuk memastikan tanggal SN 1006 dan posisinya di langit. Ia mencatat bahwa kemunculan ini tak bergerak secara independen.
Dan, kemudian bintang tersebut menghilang dalam sekejap ketika Matahari berada pada 60 derajat garis bujur posisinya. Penjelasan ini, memberikan gambaran bahwa kemunculan bintang tersebut sekitar tiga bulan.
Dari tempat pengamatan Ibnu Ridwa di Kairo, bintang tersebut berada di atas horizon, hanya pada hari bintang tersebut tak terlihat. Satu milenium kemudian diketahui bahwa apa yang disaksikan dan diterangkan Ibnu Ridwan dalam karyanya itu adalah supernova.
Menurut catatan astronomi Cina, supernova itu berada di sebelah timur konstelasi Lupus, di sebelah selatan Di, dan satu derajat di sebelah barat Centaurus. Mereka juga menyatakan bahwa sinarnya sama dengan setengah intensitas bulan purnama.
Catatan Arab lainnya tentang Supernova 1006 juga ada, yaitu dalam catatan milik Ibn Al-Athir pada abad ke-13. Ia mengatakan bahwa pada 396 H atau 1006, pada bulan baru, sebuah bintang yang serupa dengan Venus muncul, di sebelah kiri kiblat.
Sinarnya yang menyinari bumi sama seperti sinar Bulan. Dari beberapa catatan di Eropa, yang paling terkenal adalah catatan Hepidannus dari St Gall, Swiss. Berdasarkan sejumlah catatan, termasuk uraian dalam karya Ibnu Ridwan, supernova tersebut terlihat selama 4 bulan.
Setelah tujuh bulan, supernova tersebut kembali terlihat saat fajar antara 24 November dan 22 Desember 1107. Pada abad ke-20, para astronom modern pun memberikan perhatian pada catatan-catatan masa silam tentang Supernova 1006 ini.
Sejumlah astronom melakukan penelitian terhadap catatan-catatan itu, untuk mengetahui secara pasti bagaimana terangnya sinar yang dipancarkan supernova itu dan lokasi di bagian langit mana supernova tersebut muncul.
Salah satunya dilakukan Frank Winkler. Hasil penelitian yang ia lakukan dianggap paling akurat. Pada 1970-an, ia berkesempatan meneliti data-data satelit emisi sinar X dari angkasa. Ia ingin melihat apakah data itu bisa memetakan lokasi bekas munculnya Supernova 1006.
Pada 1977, tim dari Inggris dan Australia, menggunakan data Ibnu Ridwan untuk memfokuskan di bagian langit mana supernova tersebut muncul. Menurut Winkler, hanya data Ibnu Ridwan yang bisa menggambar jalur planet yang memungkinkan melacak di mana supernova itu terjadi.
Dengan menggunakan uraian Ibnu Ridwan dan data sinar X, Winkler mampu mendeteksi di mana supernova itu terjadi. Ini merupakan awal proyek panjangnya terkait Supernova 1006. Ia kemudian fokus pada jarak supernova itu dengan bumi dan seberapa terang supernova itu.
Pada 2003, Winkler mampu mendapatkan perkiraan yang lebih akurat mengenai jarak supernova itu dari bumi. Ia membandingkannya dengan serangkaian citra digital yang diambil pada 1980-an dan 1990-an. Jaraknya dari bumi sekitar 7000 tahun cahaya.
Lalu, seberapa terang Supernova 1006 itu. Lagi-lagi, uraian Ibnu Ridwan dalam karyanya, membantu menjawab pertanyaan. Ibnu Ridwan, membandingkan sinar supernova itu dengan terangnya sinar Venus dan Bulan.
Winkler mengatakan, karena para astronom tahu seberapa terang sinar Venus dan bulan purnama, maka itu bisa menjadi acuan sesuai gambaran Ibnu Ridwan. Kemudian, berdasarkan pengetahuan tentang Supernova 1006 dan jaraknya dari bumi, Winkler menemukan jawaban.
Maka, Winkler pun mengungkapkan bahwa maksimum terangnya sinar supernova itu adalah -7,5. Angka ini, sesuai dengan yang diperkirakan Ibnu Ridwan dan menjadikan supernova tersebut yang paling terang dalam catatan sejarah.
Menurut Winkler, dengan diketahuinya angka tersebut, terangnya sekitar ratusan kali lebih terang dibandingkan Yupiter. Atau, kata dia, 250 kali lebih terang dibandingkan Sirius, yang merupakan bintang paling terang di langit. ed:ferry
Sang Dokter
Ibnu Ridwan dikenal pula sebagai seorang dokter. Pada masa awal perkenalannya dengan ilmu kedokteran, ia rajin memberikan komentar pada perkembangan kedokteran Yunani, khususnya pengobatan yang dikembangkan Galen.
Bahkan, banyak karya yang Ibnu Ridwan buat untuk mengomentari karya-karya Galen, seperti Ars Parva, yang diterjemahkan ke dalam bahasa Latin, oleh Gerard dari Cremona. Di sisi lain, ia dikenal melalui polemik sengit dengan dokter lainnya, Ibnu Butlan dari Baghdad.
Saat kecil, Ibnu Ridwan menerima pendidikan dasar di sebuah masjid di Kairo, termasuk membaca dan menulis, serta menghafal Alquran. Pada usia 15 tahun, ia mulai menggeluti ilmu kedokteran dan filsafat yang mengantarnya menjadi seorang yang kritis.
Dalam menjalani pendidikan, Ibnu Ridwan mengaku banyak menghadapi rintangan. Ia merasa tak begitu beruntung karena tak banyak uang yang ia miliki untuk mendapatkan pendidikan yang lebih baik. Ia mendapatkan sejumlah uang untuk hidup melalui praktik kemampuan yang ia miliki.
Ibnu Ridwan mendapatkan uang dari praktik astrologi dan kedokteran. Ia juga merasa kecewa dengan sistem pendidikan kedokteran yang berlangsung saat itu. Ia ingin berguru pada dokter di Baghdad yang dianggapnya lebih baik namun ia tak punya cukup uang untuk ke Baghdad.
Sebagai gantinya, Ibnu Ridwan mulai membaca tentang pengobatan klasik Yunani, terutama yang diperkenalkan oleh ahli pengobatan Yunani, Galen. Ia belajar secara otodidak mengenai pengobatan yang diungkapkan Galen tersebut.
Saat Ibnu Ridwan membaca bahwa hanya mereka yang terlatih di bidang geometri atau logika yang bisa memahami apa yang diajarkan Galen, ia menunda untuk mempelajari kedua bidang itu. Namun, sesaat kemudian ia kembali menekuni Galen dan mempelajari Hippocrates.
Pada suatu saat, seorang temannya yang juga dokter menjadikan Ibnu Ridwan sebagai asistennya. Ia kemudian membangun klinik kedokterannya sendiri dan memiliki banyak pasien. Di sisi lain, ia menekuni astronomi. ''Bidang saya kedokteran dan astronomi,'' katanya.
Hingga kemudian, Ibnu Ridwan juga ditunjuk sebagai dokter kepala di Mesir oleh Khalifah Al-Hakim, yang berasal dari Dinasti Fatimiyah. Pada 13 Februari 1021, Al-Hakim, yang menjadi patronnya, meninggal karena sakit.
Meninggalnya Al-Hakim, melahirkan kondisi sulit bagi Ibnu Ridwan. Ia lalu memutuskan berinvestasi di bidang real estate, sehingga bisa pensiun dari istana dengan nyaman. Ia pun memberikan pengajaran tentang kedokteran di sejumlah sekolah.
Reputasi Ibnu Ridwan pun kian menanjak. Ia bahkan dikenal hingga Makran, Baluchistan. Penguasa Baluchistan sering berkonsultasi kepadanya tentang pengobatan.
Saat Ibnu Ridwan meninggal, kemungkinan pada 1067 atau 1068, Ibnu Ridwan telah menulis lebih dari seratus karya di bidang kedokteran. Karya-karyanya terutama adalah komentar tentang Galen dan Hippocrates. Ia juga menulis sejumlah risalah pengobatan. meta, ed:ferry
http://republika.co.id/koran/36
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 comments:
Posting Komentar