Rabu, 23 Desember 2009
Catur Singgah di Dunia Islam
Dyah Ratna Meta Novi
Para Pecatur Tangguh Bermunculan di Dunia Islam.
Bermula sekitar 700 Masehi, permainan di atas sebuah papan yang terbagi oleh kotak warna hitam dan putih serta bidak-bidak yang dijalankan di atasnya, karib disebut catur, menyebar lebih cepat dibandingkan masa-masa sebelumnya.
Permainan sarat strategi ini pun singgah di dunia Islam. Bermunculan pula para master catur tanpa tanding. Sejumlah khalifah pun ahli memainkan bidak-bidak catur, mengatur strategi untuk mempercundangi lawan mainnya.
HJR Murray dalam sebuah karya berjudul A History of Chess, yang dipublikasikan pada 1913, mengungkapkan, catur menyebar secara cepat ke berbagai kota dan negara serta menembus batas-batas budaya.
Penyebaran ini bergerak dari Mesir melalui sejumlah wilayah di Afrika Utara menuju Spanyol. Karya tersebut juga menggambarkan referensi tentang catur dan cara-cara bermainnya. Tersingkap pula, di dunia Islam, catur juga bukan barang yang asing.
Bahkan, sejumlah master catur lahir. Said bin Al-Musaayib dari Madinah yang meninggal pada 710, misalnya, memiliki kemampuan bermain catur. Ia pun memainkan permainan itu di depan umum. Di hadapan khalayak, ia menyatakan, permainan catur diperbolehkan karena tak berunsur judi.
Muncul pula nama Muhammad bin Sirin, meninggal pada 728, yang juga merupakan salah satu master catur yang ditemukan di dunia Islam. Tiga cucu dari master catur lainnnya, Hisham bin Urwa yang meninggal pada 765, juga merupakan para pecatur yang sangat tangguh.
Tak hanya itu, kiasan tentang catur juga bermunculan dalam gubahan puisi. Salah satunya terdapat dalam puisi hasil karya Al-Faradaq, seorang penyair yang meninggal dunia sekitar tahun 728. Ia berbicara tentang bagaimana catur dimainkan.
Seiring perkembangan waktu, Baghdad yang berdiri pada 750 M sebagai ibu kota Dinasti Abbasiyah segera berubah menjadi kota yang sangat kompleks. Baghdad pun layaknya kota besar lainnya, seperti Delhi ataupun Konstantinopel.
Pasar, perpustakaan, dan peradaban yang berkembang di Baghdad bahkan menjadi legenda di Eropa. Para khalifahnya terus mendorong terjadinya kemajuan ilmu pengetahuan dan inovasi, termasuk mendorong penerjemahan teks-teks Yunani.
Banyak subjek yang menjadi bagian dari proyek penerjemahan itu, termasuk sains, matematika, geografi, astronomi, pertanian, dan pengobatan. Demikian pula dengan teks keagamaan. Para khalifah secara teratur mendatangkan pula orang-orang terpelajar ke Baghdad.
Mereka berasal dari Timur Tengah, Asia Tengah, Mesir, dan India. Dan, catur menjadi bagian dari salah satu upaya transfer ilmu tersebut yang dilakukan olah para khalifah. Bahkan, para master catur dari Persia dan Asia Tengah pun berdatangan ke Baghdad.
Mereka memiliki sejumlah tujuan. Selain untuk mendapatkan seorang patron atau pelindung, mereka menantang para pemain catur paling tangguh yang ada di dunia Islam. Pun, terungkap kisah bahwa para khalifah keranjingan bermain catur.
Khalifah Harun al-Rasyid, misalnya, terlibat dalam permainan catur melalui korespondensi dengan Kaisar Byzantium, Nicephorus. Ini terjadi pada 800 Masehi. Permainan strategi yang mereka lakukan melalui catur kemudian mewujud menjadi sebuah perang nyata.
Perang terjadi setelah Nicephorus menuding Harun memanfaatkan pendahulunya sebagai bidak untuk melindungi dirinya. Penerus Harun, Al-Amin, yang meninggal pada 813, mengikuti jejak pendahulunya itu, yaitu memiliki ketertarikan bermain catur.
Sebuah catatan mengungkapkan, saat ia bermain catur ada sebuah pesan yang disampaikan orang kepercayaannya tentang kemungkinan kondisi Baghdad dan desakan agar Baghdad meningkatkan kesiagaannya agar tak gampang diambil alih musuh.
Sebab, pasukan yang dipimpin dan loyal terhadap saudara tirinya, Al-Ma'mun, bisa membahayakan Baghdad. Al-Amin menerima pesan itu saat ia asyik bermain catur dan pembawa pesan mengingatkannya untuk menyudahi permainannya dan itu bukan saatnya Al-Amin bermain catur.
Mestinya, Al-Amin bergegas melihat pertahanan Baghdad atas kemungkinan serangan pasukan saudara tirinya itu. Namun, ia meminta pembawa pesan penting itu untuk bersabar. Sebab, ia hanya beberapa langkah lagi mengalahkan lawan caturnya.
Tak diketahui bagaimana permainan catur Al-Amin berakhir. Namun, pada akhirnya, ia berhasil ditangkap oleh pasukan yang dipimpin saudara tirinya itu. Strategi di atas papan catur tak bisa ia wujudkan di ranah nyata, yaitu mempertahankan kekuasannya.
Sejumlah nama master catur atau disebut dengan aliyat di dunia Islam pada masa kekuasaan Abbasiyah silih berganti bermunculan. Lahir pula beberapa karya tulis mengenai catur dan langkah-langkah dalam permainan catur.
Salah satunya adalah Al-Adli yang menerima semua tantangan dari pecatur tangguh lainnya dan menguasai jagat catur pada 850-an. Namun, semua ada ujungnya. Ia kemudian mampu dipecundangi oleh pecatur yang lebih muda, Al-Razi.
Al-Razi kemudian menjadi master catur hingga beberapa dekade lamanya. Tak ada pecatur tangguh yang mampu mengalahkannya. Dua pecatur lainnya yang terkenal di masa Abbasiyah adalah Al-Lajlaj dan Al-Suli yang muncul pada abad kesepuluh.
Keduanya dikenal dengan tulisannya dalam sebuah manuskrip yang dalam bahasa Inggris berjudul Book of Chess: Extracts From the Works of Al-Adli, As-Suli and Others yang dikompilasi pada pertengahan abad kedua belas.
Buku kedua master catur itu menjelaskan seluk-beluk catur dan sejumlah langkah-langkah pembuka dalam permainan catur. Ada 77 standar langkah yang disebut mansubat yang pada akhirnya menjadi rujukan para pecatur masa selanjutnya.
Pada abad kesepuluh dan kesebelas, catur kemudian menyebar dari Timur Tengah ke Rusia dan wilayah Skandinavia. Para arkeolog menemukan catur tertua di Skandinavia. Dari wilayah itu, catur kemudian singgah di Italia.
Saat itu, bersamaan dengan munculnya pertikaian masif antara Muslim, Byzantium, dan Normandia, sejumlah sejarawan mengatakan bahwa catur sampai di Italia lewat Lembah Rhine, Jerman, pada abad kesebelas. Pada abad pertengahan, catur menyebar luas di wilayah Eropa.
Catur menjadi permainan yang sangat digandrungi kelompok atas pada masa itu. Para raja bermain catur di tengah taman-taman mereka yang indah. Sedangkan, para pedagang bermain catur di tengah transaksi bisnis yang mereka lakukan.
Para biarawan juga memainkan catur saat masa jeda yang mereka miliki di biara mereka. Bahkan, catur kemudian menjadi corak pada sejumlah lantai bangunan. Di Eropa. Alfonso X menjadi penguasa yang memiliki peran dalam memperkenalkan catur.
Terutama, melalui proses penerjemahan teks-teks dari dunia Islam, Alfonso X (1221-1284) yang merupakan raja wilayah Castile, Leon, dan Galcia memang dikenal sebagai patron Kristen yang berjasa dalam penerjemahan naskah-naskah dari dunia Islam di Zaman Pertengahan.
Anak lelaki Ferdinand III dari Castile dan Elisabeth dari Hohenstaufen ini menunjukkan ketertarikan yang sangat besar dalam ilmu pengetahuan. Bahkan, ia dikelilingi oleh para sarjana Kristen, Islam, dan Yahudi.
Melalui para sarjana itu, Alfonso X menerjemahkan naskah-naskah ilmu pengetahuan, termasuk permainan catur. Tak heran jika di kemudian hari, ia dikenal dengan sebutan el Sabio, yang terpelajar.
Alfonso X tertarik pula dengan beragam ilmu pengetahuan, seperti ilmu gaib, kimia, astronomi, dan pengetahuan tentang tata pemerintahan dan hukum. Ia juga menulis puisi dan prosa yang dipengaruhi oleh gaya dan budaya Arab.
Buku Alfonso X, Book of Games, merupakan dokumentasi yang luar biasa tentang catur dan permainan papan lainnya pada abad ketiga belas. Buku ini terdiri atas pendahuluan, serangkaian masalah catur, dan diskusi mengenai permainan papan lainnya. ed:ferry
Jejak Catur
Lalu, sebenarnya, dari mana catur bermula? Bukti-bukti arkeologi menunjukkan bahwa catur memiliki akar dari Persia dan Asia Tengah. Penggalian terhadap situs Afrasiab, Samarkand, Uzbekistan, menemukan tujuh patung kecil berukir.
Patung-patung kecil itu sangat mirip dengan bidak catur. Lalu, Persia mendeskripsikan bahwa patung-patung kecil itu merupakan bidak catur yang terdiri atas raja, fazin atau penasihat, gajah, kuda, dan kereta.
Sastra awal yang menceritakan catur terdapat dalam romansa Persia pada periode yang sama. Karnamak-i Artaxshir-i Papakan diceritakan sebagai seorang pemain catur andal yang bersopan santun tinggi, pandai berburu, dan berkuda.
Namun, semua referensi awal tentang catur di Persia menggunakan istilah chatrang dari bahasa Sanksekerta chaturanga (dalam empat bagian) yang menggambarkan empat komponen awal tentara India, yaitu infanteri, kavaleri, gajah, dan kereta.
Literatur Sanksekerta awal kebanyakan tidak mengacu pada catur, tetapi papan permainan yang menggunakan dadu. Satu-satunya literatur awal yang menyebutkan catur India terdapat dalam sebuah roman pada abad keenam. Roman ini lebih awal daripada roman di Persia dan Asia Tengah.
Penyair bernama Subandhu menggunakan istilah catur untuk menggambarkan musim hujan. Sebuah kisah pada abad ke-7 mengenai Raja Persia, Nushirvan, ditulis Firdawsi pada abad ke-11 dalam Shahnamah (Kitab Para Raja). Disebutkan bahwa Raja Nushirvan mendukung catur India.
Laman muslimheritage menyatakan, para penulis Arab mengatakan catur berkembang dan menyebar ke Barat dari Persia. Hal ini kemungkinan terjadi setelah penaklukan Islam ke negara-negara di dunia pada pertengahan abad ke-7.
Istilah Arab untuk permainan catur adalah shatranj. Secara linguistik, sebutan itu merupakan pergeseran dari sebutan chatrang di Persia. Namun, catur tak selalu dilihat positif. Pada 680, Gereja Timur di Konstantinopel mengutuk catur sebagai bentuk perjudian.
Di dunia Islam, kutukan terhadap catur juga sempat mencuat. Seorang penguasa Dinasti Fatimiyah dari Mesir, Al-Hakim, melarang permainan catur pada tahun 1005 dan memerintahkan semua catur dibakar. Pada masa sebelumnya, tak ada pelarangan seperti itu. meta, ed: ferry
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 comments:
Posting Komentar