Sebenarnya banyak sekali kejanggalan yang ditemukan ketika kita mencoba membaca kembali sejarah perjuangan negeri ini. Faktanya banyak ditemukan pendeligitimasian tokoh dan peristiwa tertentu, khususnya perjuangan tokoh2 Islam dan peristiwa2 yang menyertai perjuangan umat Islam. Salah satunya adalah sejarah perjuangan Pangeran Diponegoro.
Kalau kita membaca ulang sejarah Diponegoro dalam buku2 sekolah kita akan kita ketahui bahwa yang melatar belakangi perlawanan Diponegoro terhadap Belanda adalah karena Belanda merebut tanah leluhur beliau di Tegal Rejo. Belanda memasang tonggak2 diatas tanah leluhur Pengeran untuk membangun rel kereta api. Atas dasar itulah beliau mengadakan perlawanan terhadap Belanda (yang dikenal dengan Perang Jawa) yang berlangsung selama kurang lebih lima tahun (1825-1830), sehingga membuat Belanda kehilangan lebih dari 15.000 tentara dan 20 juta Gulden. Ini mengakibatkan kondisi perekonomian pemerintahan Hindia Belanda pada waktu itu sangat goncang.
Bahkan hanya untuk memadamkan perlawanan Diponegoro Belanda harus memusatkan hampir seluruh kekuatan militernya ke Jawa. Padahal pada saat yang bersamaan perlawanan yang tidak kalah sengit juga terjadi di Sumatera Barat yang dipimpin oleh Imam Bonjol.
Perhatikanlah, banyak sekali kejanggalan2 mengenai perjuangan Diponegoro. Pertama apakah benar seorang Pangeran Diponegoro melakukan perlawanan hanya atas dasar tanah beberapa hektar sampai2 rela mengorbankan puluhan ribu rakyat Jawa untuk kepentingannya sendiri? Jika benar demikian apakah layak beliau diangkat sebagai Pahlawan Nasional ? mengingat yang mendasari perjuangan beliau bukanlah demi rakyat, melainkan demi tanah leluhur. Kita tahu rakyat Yogya sudah lama menderita akibat penjajahan Belanda, tapi mengapa Pangeran baru melakukan perlawanan ketika tanah leluhurnya dicaplok Belanda? apakah selama ini beliau diam saja ketika rakyatnya menderita?
Tentu kita sepakat bahwa orang yang mengorbankan puluhan ribu nyawa rakyatnya demi merebut kembali tanahnya tidak layak disebut sebagai pahlawan.
Dari sudut pandang Belanda sendiri, alangkah bodohnya Belanda sampai rela mengorbankan belasan ribu prajurit dan puluhan juta Gulden hanya untuk merebut beberapa hektar tanah, sampai2 pemerintahan Hidia Belanda nyaris bangkrut. Apakah semahal itu harga tanah leluhur Diponegoro?.
Bagi orang2 yang berfikir kritis tentu akan mengatakan bahwa penulisan sejarah seperti itu amat sangat tidak masuk akal, baik ditinjau dari strategi politik, militer dan ekonomi.
Sekarang mari kita baca apa yang melatar belakangi perjuangan Diponegoro...Mengapa rakyat mau mengikuti Pangeran melakukan perlawanan hingga mengorbankan harta, keluarga dan nyawa. Mengapa pula Belanda begitu ngototnya menumpas perlawanan Diponegoro sampai2 hampir seluruh kekuatan militernya di Nusantara ditarik ke Jawa dan mengeluarkan dana puluhan juta Gulden?
Perlawanan sengit Diponegoro terhadap Belanda dan usaha mati2an Belanda memadamkan perlawanan Diponegoro tentu dilatar belakangi sesuatu yang ideologis, lebih dari sekedar perebutan tanah belaka.
Rifyal Ka'bah dalam disertasinya yang mengutipbuku berjudul Gedenkschrift van den Orloog op Java, karya F.V.A Ridder de Stuers, (Amsterdam: Johanes Muller, 1847) memaparkan pemaparan seorang Letnan Kolonel Belanda pada masa perang Diponegoro. Kolonel tersebut menyatakan bahwa tuntutan Diponegoro terhadap Belanda dalam Perang Diponegoro adalah agar hukum Islam berlaku bagi orang Jawa.
Diceritakan dalam buku tersebut, bahwa Belanda mengirim delegasi ke pedalaman Salatiga untuk berunding dengan Pangeran Diponegoro dengan para pembantunya. Delegasi yang membawa surat Gubernur Jenderal Hendrik Markus de Kock ini diterima oleh Kyai Modjo, Ali Basa dll.
Dalam surat tersebut Belanda meminta perang segera dihentikan agar tidak jatuh korban lebih banyak lagi. Kyai Modjo menjawab bahwa perang tidak akan dihentikan selama tuntutan mereka belum terpenuhi. Beliau menegaskan bahwa keinginan Diponegoro adalah agar hukum Islam seluruhnya berlaku bagi orang Jawa. Sedangkan persengketaan orang Jawa dengan orang Eropa diputuskan berdasarkan hukum Islam, dan perengketaan antar orang Eropa, dengan persetujuan Sultan, diputuskan berdasarkan hukum Eropa.
Dalam perundingan itu, pihak Diponegoro juga menggunakan ungkapan “Laa mauta illaa bil-ajal” (Tidak ajal berpantang mati). Kyai Modjo juga menyebutkan QS an-Naml:27 yang merupakan ucapan Nabi Sulaiman kepada Ratu Bilqis, (yang artinya): “Jangan kalian bersikap arogan terhadapku dan datanglah kepadaku dengan menyerahkan diri.” . Ketika ditanya, apa maksud ungkapan itu, Kyai Modjo menjawab: “Komt gij allen tot mijnen Vorst, en gaat langs het pad der regtvaardigheit.” (Supaya kalian datang menemui Pangeranku dan berjalanlah melalui jalan keadilan).
Dan perlu diketahui, pada masa itu banyak keluarga istana yang kongkalikong dengan Belanda dalam memeras rakyat. Belanda menjamin kedudukan pejabat yang mau bekerjasama dengan Belanda. Disamping itu menurut Pangeran keluarga istana sudah sangat jauh meninggalkan syariat Islam, banyak pejabat2 istana yang mulai suka minum "air gila" bersama2 pejabat2 Belanda.
Jadi jelaslah bahwa sejarah yang mengatakan bahwa Pangeran Diponegoro berperang sekedar untuk tanah leluhur amat sangat mengerdilkan perjuangan beliau. Pangeran Diponegoro bukan seorang makelar tanah. Dia berjuang untuk agama dan sekaligus untuk bangsanya. Tentu tidak adil jika meletakkan motif dan tujuan perjuangan seorang ulama seperti Diponegoro direduksi dari urusan agama menjadi sekedar urusan duniawi.
Sekolah-sekolah Islam dan pondok-pondok pesantren harusnya mengajarkan sejarah para pejuang Islam dengan benar, dan menjauhkan diri dari rekayasa sejarah yang dibuat oleh para orientalis. Lembaga-lembaga pendidikan Islam perlu menyadari, bahwa sejak dulu, penjajah selalu berusaha menjauhkan umat Islam dari agamanya sendiri.
Dan De-Islamisasi sejarah ini merupakan program kaum kolonial yang terus dilanjutkan oleh kaum phobia-Islam. Mengutip ungkapan Prof Snouck Hourgronje (orientalis), dalam bukunya Nederland en de Islam, ”Opvoeding en onderwijs zijn in staat, de Moslims van het Islamstelsel te emancipeeren.” (Pendidikan dan pelajaran dapat melepaskan orang Muslimin dari genggaman Islam)...
Wallahualam.
Faisal Rahman
http://www.facebook.com/topic.php?uid=157242034028&topic=16362
(Wasiat Kiai MAJA (Muhammad Jawad ) panglima perang PANGERAN DIPONEGORO; Dikutip dari Kitab Babad Jawa perang Dipanegara karya Yasadipura II Surakarta)
Den sira para satria Nagari Mataram
Nagari ning Jawi
Heng dodot ira
Suwimpin watak wantune
Sayiddina Ngali
Suwimpin Kawicaksanaane
Sayyidina Kassan
Suwimpin Kakendalane
Sayiddina Kussein
Den Seksanana
Hing wanci suro
Landa den sira
Sirnake saka tanah jawa
Krana sinurung pangribawaning
Para satrianing MUKHAMMAD
Yaitu NGALI,KASAN,lan KUSEN
Lumaksananna takbir lan salawat
Yensira gugur hing bantala cinanadra
Guguring sakabate Sayiddina KUSEN
Hing NAINAWA
Sira kang wicaksanahing yudha
pinantes tampa sesilih
ALLI BASYA
Teks Terjemah :
Dan kalian para satria Negara Mataram
Negaranya tanah Jawa
Dalam dada kalian tertanam ajaran
Keteladanan Sayidina ALI
Kebijaksanaan Sayiddina Hasan
tersimpan keberaniannya Sayiddina Husein
Dan saksikan di Asyuro
Belanda akan kami musnahkan
Dari tanah Jawa
Karena Teladan semangat juang
Satrianya Nabi Muhammad
Yaitu ALI,HASAN dan HUSEIN
Kalian gemakanlah takbir dan Shalawat
Jika kalian gugur dalam perjuangan
Kalian dinilai laksana syahid
Seperti sahabat sahabatnya Husein
di NAINAWA
Kalian harus taat dan bijak dalam aturan
Yg bisa menggantikan tauladan
keutamaan Keluarga Nabi
http://www.facebook.com/note.php?note_id=493526908845
sungguh manusia yang mengerdilkan para sahabat adalah manusia yang berat sebelah pertimbangannya dan di ragukan kebenarannya.
BalasHapusluar biasa ternyata pangeran diponegoro adalah ulama syi-ah
BalasHapussejak kapan klo gitu sunni masuk nusantra
BalasHapustuanku imam bonjol juga hebat..?
BalasHapus