Agama Shabiah disebutkan tiga kali dalam Alquran. Dalam Surah al-Baqarah ayat 62, pemeluk Shabiah dianggap berkemungkinan memeroleh keselamatan di akhirat, sebagaimana Islam, Yahudi, dan Kristen. Khazanah tafsir klasik Islam memuat beragam pendapat, termasuk mispersepsi, terhadap agama ini. Apakah Shabiah merupakan agama penyembah bintang yang kini benar-benar sudah punah dari muka bumi? Mohamad Guntur Romli dari Kajian Islam Utan Kayu (KIUK) mewawancarai Raeed Hassoun Bakal, penganut Shabiah sekaligus Ketua Bidang Pers Komunitas Shabiah Mandaiyun Irak (The Sabean Mandean Community) yang mengunjungi Indonesia bulan lalu. Berikut petikannya.
Bisa Anda jelaskan makna agama Shabiah Mandaiyun yang Anda anut?
Istilah “Shabi’ah” termaktub dalam kitab suci Anda “Alquran”sebanyak tiga kali. Dalam Surat al-Baqarah ayat 62, al-Maidah ayat 72, dan al-Hajj ayat 17. Shabiah (Sabean) berasal dari bahasa Aramik, shaba’a. Padanan katanya dalam bahasa Arab adalah ta`ammada yang berarti pembabtisan dan penyucian diri dengan air. Ritual baptis adalah sakramen kuno. Baptis merupakan syariat utama agama Shabiah. Makna dari syariat ini adalah permulaan hidup baru, maklumat bagi pertaubatan dan penyucian jiwa-raga. Seorang bayi yang baru lahir harus dibaptis agar ia sah menjadi pemeluk agama Shabiah.
Dalam upacara hari-hari besar keagamaan Shabiah, upacaya baptis hukumnya wajib. Pemeluk Shabiah dianjurkan untuk sesering mungkin melakukan sekramen ini agar dosa dan kesalahannya dihapus. Tobat tidak cukup hanya lewat pengakuan dosa, namun juga melalui sakramen ini. Sedangkan Mandaiyun (Mandaean) berasal dari kata manda yang berarti kearifan. Maka gabungan dua kata itu (Shabi’ah Mandaiyun) berarti orang-orang yang dibaptis dan arif karena menganut agama yang benar.
Bagaimana latar-belakang sejarah agama ini?
Shabiah Mandaiyun adalah agama kuno yang telah ada sejak manusia ini ada. Ia mengikuti ajaran-ajaran nabi pertama sekaligus nenek-moyang manusia, yaitu Nabi Adam. Pemeluk Shabiah juga melestarikan ajaran-ajaran yang termaktub dalam shahifah Idris, Syith, Sam bin Nuh, dan Yahya bin Zakaria yang diyakini sebagai nabi terakhir pemeluk agama ini. Hari Ahad (Minggu) merupakan hari suci bagi kami. Hari Ahad adalah hari pembabtisan Nabi Yahya bin Zakaria.
Sejak sebelum Masehi, agama ini tersebar di kawasan yang disebut Bulan Sabit Subur, meliputi Palestina, Suriah, Mesir, Jordania, Jazirah Arab, Irak, dan Iran. Namun akibat penindasan sepanjang sejarah terhadap pemeluk agama kami, lambat laun pengikutnya semakin menyusut. Dan sekarang kami terkonsentrasi di Irak Selatan.
Dalam beberapa literatur tafsir banyak pendapat yang menyatakan bahwa Shabiah adalah agama kaum penyembah bintang. Tanggapan Anda?
Pendapat ini keliru, namun telah tersebar luas. Kekeliruan ini berasal dari warisan sejarah yang amat panjang. Seperti yang telah saya jelaskan tadi, para pengikut Shabiah tersebar di beberapa wilayah Arab. Sumber-sumber sejarah Islam mencatat penaklukan-penaklukan dinasti Islam yang juga terkait dengan nasib kaum Shabiah. Dalam beberapa sumber disebutkan ada serombongan pasukan Islam yang sedang menuju kawasan Harran yang saat ini merupakan bagian negara Suriah. Waktu itu, kota Harran adalah kawasan niaga. Dan di situlah pasukan Islam menjumpai masyarakat yang mayoritas penduduknya menyembah bintang. Di tengah mereka ada pemeluk Shabiah, tapi sedikit.
Pasukan Islam lalu menuntut penjelasan tentang keyakinan masyarakat Harran itu. Bila mereka tidak memberi alasan yang kuat, mereka tentu akan diperangi. Sebagai strategi politik, para pemimpin masyarakat Harran menyebut bahwa agama yang mereka anut adalah Shabiah. Sebab mereka tahu bahwa agama Shabiah sudah termaktub dalam Alquran dan termasuk dilindungi Islam karena masuk kategori Ahli Kitab. Dari peristiwa inilah tersebar anggapan bahwa agama Shabiah adalah agama para penyembah bintang dan itu ditulis oleh para penulis tafsir Alquran. Padahal itu tidak benar. Shabiah adalah agama samawi yang berasaskan tauhid. Kini, penganut Shabiah Harran sudah hampir punah. Banyak dari mereka yang berganti agama; masuk Islam atau Kristen.
Apa saja rukun agama Anda?
Shabiah memiliki lima rukun. Pertama tauhid. Shabiah adalah agama samawi pertama yang mengikrarkan keesaan Tuhan sebagai pencipta dan pemelihara jagat raya. Dia azali; tidak bermula, dan abadi; tidak berakhir. Segala puji dan sembahan hanya dipanjatkan ke hadirat-Nya. Kedua, salat yang dalam bahasa Mandaiyah disebut al-barakha. Ritual ini dilaksanakan dengan cara berdiri untuk beberapa saat menghadap kiblat yaitu ke arah Utara yang kami yakini sebagai jalan menuju cahaya dan surga. Lalu mengangkat kedua tangan sebagai bentuk salam, sembari membaca doa dan permohonan ampun atas segala dosa dan kesalahan.
Dalam salat itu ada sujudnya, tapi tidak boleh menyium atau menyentuh tanah. Sebab dalam keyakinan kami, tanah bukan tempat yang suci meski telah dibersihkan. Sujud adalah bentuk ketundukan yang hanya diperuntukkan bagi Tuhan, bukan bumi. Dan bagi kami, kepala manusia berisi akal-budi yang merupakan nurani-rabbani�. Ia tidak layak diletakkan di atas tanah. Salat dalam tradisi kami, dilakukan tiga kali dalam sehari: saat terbit matahari, siang terik, dan waktu terbenamnya matahari. Sebelum salat, disyariatkan juga berwudu: menyuci muka, tangan, kaki, dan anggota badan lainnya dari segala kotoran.
Ketiga, kami juga mengenal syariat puasa yang terbagi ke dalam dua jenis: puasa kecil dan puasa besar. Puasa kecil adalah puasa ragawi, yaitu menahan diri untuk tidak memakan daging-daging hewan. Puasa kecil ini dilaksanakan pada hari-hari tertentu secara terpisah. Dalam setahun, puasa kecil berjumlah 36 hari. Sedangkan puasa besar adalah puasa jiwa, yaitu menahan jiwa dari “dosa jiwa� yang dilarang oleh Sang Khalik dan tidak menyakiti sesama manusia. Keempat zakat (sedekah) yang dalam bahasa Mandaiyah disebut zidqa. Sedekah berasal dari golongan yang mampu untuk golongan yang tidak mampu. Kelima sakramen pembaptisan seperti yang telah saya jelaskan tadi.
Apa agama Shabiah punya kitab suci?
Ya. Dalam bahasa Mandaiyah, kitab suci kami disebut Kanza Raba. Padanan kata Arabnya adalah al-Kanz al-A’dzam (Harta Karun yang Agung, Red). Kitab ini merupakan kompilasi dari ajaran-ajaran Nabi Adam, Syith dan Sam bin Nuh yang berisi dua bagian. Pertama, dari sisi kanan memuat sifr takwin (kitab kejadian), kisah pertarungan antara kekuatan baik dan jahat, kekuatan cahaya dan kegelapan, pujian-pujian untuk Tuhan, dan beberapa aturan fikih. Kedua, dari sisi kiri, berisi bahasan tentang jiwa manusia yang berkaitan dengan pahala dan siksa. Selain kitab Kanza Raba, Shabiah juga memiliki kitab-kitab suci lain: kitab Darasyia Adihiya yang berisi ajaran Nabi Yahya bin Zakaria, kitab al-Qilsita yang berisi tentang asal-muasal jiwa Adam dan manusia secara umum, dan kitab al-Anfus yang berisi ritual dan pujian dalam acara pernikahan.
Ada hal-hal yang diharamkan dalam agama Anda?
Tentu saja ada. Dalam agama Shabiah, ada lima belas hal yang diharamkan, dan sebagian besar juga dijumpai dalam agama samawi lainnya. Yaitu: (1) kufur atau menyembah selain Tuhan (2) membunuh (3) berzina (4) mencuri (5) berbohong ( 6) bersumpah palsu (7) mengkhianati janji (8) menyembah syahwat (9) praktik sihir dan tenung (10) berkhitan (11) meminum khamar (12) mempraktekkan riba (13) meratapi mayat (14) makan darah dan daging hewan yang sedang hamil dan bangkai (15) praktek selibat.
Punya bahasa khusus juga?
Ya. Mandaiyah adalah salah satu dialek dari bahasa Aramaik yang berasal dari rumpun bahasa Semit. Bahasa ini diyakini suci dan hanya dipakai dalam ritual-ritual keagaman, penulisan kitab suci, dan syariat agama. Bahasa ini tidak dipakai dalam percakapan sehari-hari. Bahasa Mandaiyah memiliki 24 huruf yang dimulai dan diakhiri dengan huruf alif, sesuai dengan keyakinan kami bahwa segala sesuatu akan berakhir pada permulaannya.
Bagaimana dengan hubungan agama dan negara; apakah ada tuntutan penerapan syariat Shabiah di tingkat negara?
Agama Shabiah tidak memiliki obsesi untuk membentuk negara atau memegang kekuasaan. Shabiah hanyalah ajaran agama, bukan konsep bernegara. Karena itu, pemeluk agama ini menjadi sangat sedikit. Kami membatasi diri dari urusan politik. Tak pelak lagi, sikap ini memuluskan langkah mereka yang memegang kekuasaan untuk menyiksa dan mengusir kami.
Berapa jumlah pemeluk Shabiah saat ini?
Di Irak saat ini hanya berjumlah kurang lebih 10 ribu orang. Padahal di tahun 1960 dan 1970-an, kami mencapai 50-70 ribu orang. Akibat penindasan rezim politik Irak, tidak sedikit dari keluarga-keluarga kami yang memilih eksodus untuk mencari suaka politik dan tempat perlindungan ke negara lain. Karena itu, Anda dapat menjumpai penganut agama ini di beberapa negara seperti Australia, Swedia, Belanda, Denmark, dan beberapa negara Eropa lainnya. Yordania dan Suriah biasanya dijadikan tempat persinggahan pemeluk agama ini sebelum berpindah ke negara lain.
Mengapa kalian ditindas?
Sebab utamanya karena kami minoritas. Kalangan minoritas di berbagai belahan dunia ini selalu menjadi korban penindasan. Sebab lain, karena pemeluk Shabiah dilarang membalas dendam ketika ada anggota mereka yang ditindas dan dibunuh. Ini berbeda dengan perlakuan terhadap pemeluk agama atau anggota suku lain. Sebab lain juga karena matapencaharian pemeluk Shabiah di Irak adalah kerajinan emas. Pada tahun 1950-1970-an, mayoritas pemeluk Shabiah sangat tenar dengan kerajinan emasnya. Kita tahu, penambangan dan kerajinan emas selalu menjadi lahan rebutan. Para pengrajin emas di Irak yang mayoritas beragama Shabiah selalu menghadapi kasus pencurian, perampasan, dan pembunuhan.
Bagaimana dengan soal pernikahan pemeluk agama ini di Irak?
Ini juga masalah utama. Pengadilan-pengadilan di Irak hanya berasaskan pada syariat Islam saja. Karena itu ada masalah. Misalnya dalam urusan warisan. Dalam doktrin Shabiah, bagian waris perempuan sebanding dengan laki-laki. Ini berbeda dengan aturan syariat Islam. Aturan semacam itu menempatkan kami dalam posisi yang dilematis: tidak dapat menolak karena sudah menjadi aturan pemerintah, tapi juga tidak dapat menjalankannya karena bertentangan dengan ajaran agama kami.
Karena itu, kami harus memiliki lembaga tersendiri untuk soal pernikahan dan pewarisan dalam lingkungan rumah ibadah kami, yang disebut Manda. Di sinilah disahkan pernikahan, aturan waris, dan lain-lain. Agar pernikahan kami tercatat resmi oleh negara, maka lembaga ini bertugas mengirimkan rekomentasi kepada pengadilan negeri.
Apakah pernikahan beda agama diperkenankan?
Shabiah adalah agama yang eksklusif, karena itu pernikahan beda agama dilarang. Kalau ada pemeluk agama Shabiah menikah beda agama, ia dianggap keluar dari agama Shabiah.
Ada konsekuensi keagamaan seperti dikecam atau diteror bunuh?
Ha-ha-ha… tidak, tidak! Dia dianggap keluar dari agama saja. Konsekuensinya tidak sejauh itu. Mereka hanya tidak mendapat waris, dan dianggap keluar dari komunitas Shabiah. Itu saja. Tidak ada hukum bunuh-membunuh dalam Shabiah. Agama kami mengenalkan ajaran kasih-sayang.
Bagaimana pemeluk Shabiah memandang agama lain?
Kami hanya memiliki aturan internal yang khusus pemeluk agama Shabiah saja. Sedangkan soal hubungan dengan agama-agama lain, kami mengimani perlunya kebebasan beragama. Dasar pandangan kami adalah ajaran kemanusiaan yang universal. Kami selalu menginginkan perdamaian di dunia ini. Sebab, kami mengganggap bahwa setiap manusia hanyalah tamu di dunia yang fana ini. Kita selalu hidup dengan batasan dan tempo tertentu. Dan hidup ini adalah anugrah Sang Khalik. Karena itulah, kita diminta untuk menyembah-Nya, mengerjakan kebajikan, menolak kejahatan, dan melestarikan keturunan sebagai upaya melestarikan kehidupan. Bagi kami inilah tujuan umum hidup kita.
Bagaimana dengan hubungan laki-laki dan perempuan?
Shabiah menegaskan posisi yang setara bagi laki-laki dan perempuan. Perempuan dan laki-laki tidak bisa saling menafikan atau merasa lebih unggul atas yang lain. Seperti telah saya jelaskan tadi, hak waris laki-laki dan perempuan adalah setara dalam syariat kami. Bila seorang laki-laki dan perempuan berikrar untuk menikah, maka mereka akan dianggap menjadi pasangan di dunia dan di akhirat. Karena itu, dalam agama Shabiah perceraian sangat dilarang dan tidak boleh ada poligami.
Ada perbedaan soal aturan pakaian laki-laki dan perempuan?
Tentu saja. Perempuan Shabiah diharuskan memakai kerudung. Setiap perempuan tidak diperkenankan memperlihatkan rambutnya. Kami punya tatacara berpakaian yang khas dan berasal dari warisan nenek-moyang kami. Warna putih merupakan pakaian keagamaan resmi kami.
Kalau tidak pakai kerudung, apakah bakal dicambuk?
Ha-ha-ha.. tentu saja tidak! Kerudung memang dianjurkan oleh syariat kami, tapi tidak melalui paksaan dan hukuman. Agama selalu dapat dijalankan melalui nalar sehat manusia.
Bagaimana pemeluk Shabiah memahami konsep kematian dan hari akhir?
Dalam ajaran kami, tidak ada kematian; yang ada hanya perpindahan dari alam dunia ke alam akhirat. Karena itu, dalam ajaran agama kami, meratapi mayat sangat dilarang. Memakai seragam hitam dan adat-istiadat berkabung lainnya karena adanya kamatian, tidak dikenal dalam agama kami. Tapi kami juga percaya bahwa di akhirat kelak akan ada bentuk perhitungan (hisab) atas amal kita; ada surga dan neraka.
Bagaimana kondisi pemeluk Shabiah di Irak saat ini?
Kami tentu sangat bersyukur dengan tumbangnya rezim Saddam Husein yang selama hidupnya selalu menindas kelompok-kelompok minoritas, termasuk kami. Selama rezim Saddam masih berdaulat, tidak hanya kalangan Shabiah, tapi seluruh kelompok minoritas tidak menikmati kebebasan beragama karena dianggap mengancam persatuan nasional. Era Saddam adalah era pemaksaan satu jenis pemahaman dan konsep bernegara. Kini, meski kami tidak memiliki wakil di Parlemen, karena jumlah kami yang memang sedikit, tapi keberadaan kami tetap diakui dan dilindungi oleh Konstitusi. Komunitas Shabiah di Irak tetap punya rumah ibadah sendiri, lembaga keagamaan, madrasah, lembaga-lembaga sosial, surat kabar, organisasi kepemudaan, dan lain-lain. Kami juga giat melakukan komunikasi lintasagama, kelompok sosial, partai dan suku, untuk menyelesaikan konflik berdarah di Irak saat ini.
http://mygoder.wordpress.com/2008/01/09/shabiah-agama-samawi-yang-berasas-tauhid/
“Sesungguhnya orang-orang beriman, dan orang-orang Yahudi, dan orang-orang Kristen, dan orang-orang Shabean, barang siapa beriman pada Tuhan itu, dan berbuat kebajikan, dan percaya pada hari kemudian; bagi mereka ganjaran dari tuhan mereka, dan mereka tidak ada kekhawatiran dan tidak pula sedih” (Al Baqarah 62)
“Sesungguhnya orang-orang beriman, dan orang-orang Yahudi, dan orang-orang Kristen, dan orang-orang Shabean, barang siapa beriman pada Tuhan itu, dan berbuat kebajikan, dan percaya pada hari kemudian, tidak ada rasa khawatir pada diri mereka dan tidak pula sedih” (Al Maidah 69)
Dari petikan firman Allah diatas kita mendapat suatu sinyalemen bahwasanya terdapat satu lagi dari rumpun agama Semitik yang eksistensinya diakui oleh Quran, agama itu adalah agama Shabean/Shabiah/Shabiin. Kita tentu bertanya-tanya tentang apa itu agama Shabiin; Istilah “Shabi’ah” termaktub dalam kitab suci “Alquran” sebanyak tiga kali. Dalam Surat al-Baqarah ayat 62, al-Maidah ayat 72, dan al-Hajj ayat 17. Shabiah (Sabean) berasal dari bahasa Aramaik, shaba’a. Padanan katanya dalam bahasa Arab adalah ta`ammada yang berarti pembabtisan dan penyucian diri dengan air.
Ritual baptis adalah sakramen kuno. Baptis merupakan syariat utama agama Shabiah. Makna dari syariat ini adalah permulaan hidup baru, maklumat bagi pertaubatan dan penyucian jiwa-raga. Seorang bayi yang baru lahir harus dibaptis agar ia sah menjadi pemeluk agama Shabiah. Dalam upacara hari-hari besar keagamaan Shabiah, upacaya baptis hukumnya wajib. Pemeluk Shabiah dianjurkan untuk sesering mungkin melakukan sekramen ini agar dosa dan kesalahannya dihapus. Tobat tidak cukup hanya lewat pengakuan dosa, namun juga melalui sakramen ini. Sedangkan Mandaiyun (Mandaean) berasal dari kata manda yang berarti kearifan. Maka gabungan dua kata itu (Shabi’ah Mandaiyun) berarti orang-orang yang dibaptis dan arif karena menganut agama yang benar untuk itulah agama ini secara lengkap disebut Shabiah Mandaiyun.
Shabiah Mandaiyun adalah agama kuno yang telah ada sejak manusia ini ada. Ia mengikuti ajaran-ajaran nabi pertama sekaligus nenek-moyang manusia, yaitu Nabi Adam. Pemeluk Shabiah juga melestarikan ajaran-ajaran yang termaktub dalam shahifah Idris, Syith, Sam bin Nuh, dan Yahya bin Zakaria (Yohanes Pembaptis) yang diyakini sebagai nabi terakhir pemeluk agama ini. Hari Ahad (Minggu) merupakan hari suci bagi Shabiah. Hari Ahad adalah hari pembabtisan Nabi Yahya bin Zakaria.
Sejak sebelum Masehi, agama ini tersebar di kawasan yang disebut Bulan Sabit Subur, meliputi Palestina, Suriah, Mesir, Jordania, Jazirah Arab, Irak, dan Iran. Namun akibat penindasan sepanjang sejarah terhadap pemeluk agama Shabiah, lambat laun pengikutnya semakin menyusut. Dan sekarang terkonsentrasi di Irak Selatan. Beberapa tafsir mengartika Shabiah sebagai penyembah bintang, Pendapat ini keliru, namun telah tersebar luas. Kekeliruan ini berasal dari warisan sejarah yang amat panjang. Seperti yang telah jelaskan tadi, para pengikut Shabiah tersebar di beberapa wilayah Arab.
Sumber-sumber sejarah Islam mencatat penaklukan-penaklukan dinasti Islam yang juga terkait dengan nasib kaum Shabiah. Dalam beberapa sumber disebutkan ada serombongan pasukan Islam yang sedang menuju kawasan Harran (kota kelahiran Ibnu Taymiah) yang saat ini merupakan bagian negara Suriah. Waktu itu, kota Harran adalah kawasan niaga. Dan di situlah pasukan Islam menjumpai masyarakat yang mayoritas penduduknya menyembah bintang. Di tengah mereka ada pemeluk Shabiah, tapi sedikit.
Pasukan Islam lalu menuntut penjelasan tentang keyakinan masyarakat Harran itu. Bila mereka tidak memberi alasan yang kuat, mereka tentu akan diperangi. Sebagai strategi politik, para pemimpin masyarakat Harran menyebut bahwa agama yang mereka anut adalah Shabiah. Sebab mereka tahu bahwa agama Shabiah sudah termaktub dalam Alquran dan termasuk dilindungi Islam karena masuk kategori Ahli Kitab. Dari peristiwa inilah tersebar anggapan bahwa agama Shabiah adalah agama para penyembah bintang dan itu ditulis oleh para penulis tafsir Alquran. Padahal itu tidak benar. Shabiah adalah agama samawi yang berasaskan tauhid. Kini, penganut Shabiah Harran sudah hampir punah. Banyak dari mereka yang berganti agama; masuk Islam atau Kristen. Adapun rukun agama Shabiah adalah:
1. Tauhid bahwa tiada Tuhan selain Allah
2. Shalat dengan bahasa Aramaik
3. Puasa
4. Zakat
5. Pembaptisan
Dalam bahasa Mandaiyah, kitab suci Shabiah disebut Kanza Raba. Padanan kata Arabnya adalah al-Kanz al-A’dzam (Harta Karun yang Agung, Red). Kitab ini merupakan kompilasi dari ajaran-ajaran Nabi Adam, Syith dan Sam bin Nuh yang berisi dua bagian.
Pertama, dari sisi kanan memuat sifr takwin (kitab kejadian), kisah pertarungan antara kekuatan baik dan jahat, kekuatan cahaya dan kegelapan, pujian-pujian untuk Tuhan, dan beberapa aturan fikih.
Kedua
dari sisi kiri, berisi bahasan tentang jiwa manusia yang berkaitan dengan pahala dan siksa. Selain kitab Kanza Raba, Shabiah juga memiliki kitab-kitab suci lain: kitab Darasyia Adihiya yang berisi ajaran Nabi Yahya bin Zakaria, kitab al-Qilsita yang berisi tentang asal-muasal jiwa Adam dan manusia secara umum, dan kitab al-Anfus yang berisi ritual dan pujian dalam acara pernikahan
Adapun pendapat yang mengatakan bahwa Shabiah merupakan penyembah bintang ini telah dibantah oleh ulama tafsir terkemuka, yaitu Maulana Muhammad Ali di dalam The Holy Quran Translation and Commentary serta A. Yusuf Ali di dalam The Holy Quran Translation and Commentary. (dikutip dan disusun ulang dari wawancara bersama Imam Agama Shabean pada harian Jawa Pos)
http://mygoder.wordpress.com/2007/06/26/agama-shabean-agama-samawi-kuno-berazas-tauhid/
0 comments:
Posting Komentar